Kamis, 01 Juli 2010

KEAJAIBAN IMAN I


1. KEUTAMAAN BASMALAH (I)
Ada seorang perempuan yang memiliki suami yang munafiq lagi buruk
perangainya. Kebiasaan perempuan itu apabila akan mengerjakan sesuatu
selalu membaca Bismillah, hingga suatu ketika sang suami berkata dalam
hatinya, “Aku akan melakukan sesuatu yang mempermalukanya.” Kemudian
ia memberikan pada istrinya sebuah kantong sambil berkata, “Simpan dan
jagalah kantong ini!” Maka sang istri meletakkan kantong tersebut di suatu
tempat dan menutupinya. Setelah beberapa lama sang suami dengan berpurapura
lupa mengambil kantung tersebut dan membuang semua isinya di
sebuah sumur dekat rumahnya. Kemudian ia menanyakan dan meminta
kantong tersebut pada istrinya, sang istri pun pergi ke tempat penyimpanan
kantong tersebut untuk mengambilnya, dan ia membaca ‘Bissmillahirrahmaanir-
rahiim.’ Maka Allah memerintahkan Jibril agar segera turun ke
bumi dan mengembalikan kantong yang tadi telah dibuang oleh sang suami
ke tempatnya. Sehingga ketika sang istri mengulurkan tangannya untuk
mengambil kantong tersebut, maka ia dapat menemukannya di situ. Atas
kejadian ini, heranlah suaminya, lalu ia pun bertaubat. Itulah di antara
keuatamaan dan keberkahan orang yang selalu membaca Basmalah dalam mengerjakan segala sesuatu.

2. KEUTAMAAN SHALAT MALAM
Ada seorang laki-laki yang membeli seorang budak (hamba sahaya).
Lalu si budak berkata, “Wahai tuanku, hamba mengajukan tiga syarat
kepadamu: pertama, tuan tidak boleh melarang hamba melakukan shalat bila
tiba waktunya; kedua, tuan hanya boleh meminta pelayanan pada siang hari
dan tidak mempekerjakan hamba di malam hari; ketiga, sudilah kiranya tuan
membuatkan untuk hamba sebuah gubug dimana tak seorang pun boleh
masuk ke gubug itu selain hamba.” Sang majikan berkata, “Keinginanmu aku
penuhi.” Lalu katanya lagi, “Coba kamu lihat keadaan sekeliling rumah ini!”
Kemudian budak tadi mengelilingi rumah majikannya, hingga ia melihat
sebuah gubug yang kosong, maka ia pun memilihnya sebagai tempat tinggal.
“Mengapa kamu memilih tempat yang kosong dan rusak”, tanya majikannya.
Si budak menjawab, “Tuan, apakah tuanku tidak tahu bahwa tempat yang
kosong akan terasa ramai dan laksana taman nan indah apabila bersama
Allah?” Selanjutnya, si budak tinggal di gubug tersebut pada malam hari.
Pada suatu malam sang majikan mengadakan jamuan minum yang
diiringi musik, dan ketika tengah malam setelah teman-temannya pada
pulang, sang majikan bangkit dan berjalan mengelilingi rumahnya, kemudian
pandanganya tertuju pada gubug si budak itu. Ketika memandangnya, ia
merasa heran, karena di dalam gubug budak tadi terdapat lentera penerangan
yang tergantung dari langit, sementara si budak dalam keadaan sujud
bermunajat kepada Tuhannya. Dalam munajatnya ia berdoa, “Tuhan! Engkau
telah mewajibkan pada saya untuk melayani majikan saya di siang hari,
andaikan tidak ada kewajiban tersebut, tentu hamba akan menyibukkan diri
dengan berkhidmat (melayani) Engkau siang malam. Oleh karena itu,
ampunilah hamba.” Sang majikan terus-menerus memandang budaknya
hingga fajar menyingsing, kemudian lentera tersebut naik ke langit, dan atap
genting pun merapat kembali seperti semula. Kemudian sang majikan
menceritakan pada istrinya tentang keistimewaan yang di miliki budaknya.
Sehingga malam berikutnya sang majikan beserta istrinya menghampiri
kamar budak itu, maka mereka pun melihat lagi lentera yang tergantung dari
langit dan si budak sedang bersujud dan bermunajat hingga terbit fajar. Pada
pagi harinya suami istri itu memanggil budaknya dan berkata, “Engkau
sekarang bebas karena Allah, sehingga kamu lebih banyak waktu untuk
melayani Majikan yang kamu mohon ampunan dari-Nya.” Lalu suami istri
itu menceritakan semua yang telah mereka lihat. Ketika si budak mendengar
penjelasan majikanya, maka ia mengangkat tanganya dan berdoa, “Tuhanku,
aku telah memohon pada-Mu untuk tidak membuka rahasiaku dan tidak
memperlihatkan keadaanku. Dan sekarang Engkau telah membukanya,
karena itu cabutlah nyawaku!” Maka seketika itu juga si budak meninggal
dunia. Semoga Allah Swt. merahmatinya.

3. MEMENUHI HAK KEHAMBAAN
Diceritakan bahwa ada seorang ‘abid (ahli beribadah) sedang
melakukan shalat. Ketika membaca al-Fatihah pada ayat yang artinya:
‘Hanya kepada-Mu aku menghamba,’ terbetiklah dalam hatinya bahwa ia
benar-benar seorang hamba. Akan tetapi nuraninya seperti dibisiki, “Kamu
dusta, kamu hanya menghamba kepada makhluk. Maka ia bertaubat dan
mengasingkan diri dari keramaian manusia. Kemudian ia melaksanakan
shalat lagi dan ketika ia sampai pada bacaan yang artinya hanya kepada-Mu
aku menghamba, tetapi nuraninya kembali dibisiki, “Kamu dusta, kamu
hanya menghamba pada istrimu.” Maka ia pun menceraikan istrinya.
Kemudian dia melaksanakan shalat lagi dan seperti sebelumnya ketika ia
sampai pada bacaan yang sama ‘Hanya kepada-Mu aku menghamba’.
nuraninya dibisiki lagi, “Kamu dusta, kamu hanya menghamba pada
hartamu.” Maka disedekahkanlah semua hartanya. Kemudian melakukan
shalat kembali, dan ketika ia sampai pada bacaan yang sama, nuraninya
dibisiki lagi, “Kamu dusta, kamu hanya menghambakan dirimu pada
pakaianmu.” Maka ia pun menyedekahkan semua pakaiannya, kecuali yang
melekat di tubuhnya. Selanjutnya ia melakukan shalat lagi, dan ketika sampai
pada bacaan ‘Hanya kepada-Mu aku menghamba’ maka terdengarlah
bisikan, “Kamu benar, dan sekarang kamu adalah seorang hamba yang
sesungguhnya.

4. IBADAH ORANG-ORANG YANG SHALIH
Suatu ketika Isham bin Yusuf mendatangi Hatim al-Asham bermaksud
hendak menantang Hatim. Berkatalah ia pada Hatim, “Wahai Abu
Abdirrahman (julukan untuk Hatim), bagaimana kamu mengerjakan shalat?”
Hatim menoleh dan menjawab, “Apabila waktu shalat tiba, aku bangkit dan
berwudhu secara lahir dan batin.” Isham bertanya, “Bagaimanakah wudhu
batin itu?” Hatim berkata, “Wudhu zahir adalah dengan membasuh anggota
wudhu dengan air, sedangkan wudhu batin adalah aku membasuh batinku
dengan tujuh perkara, yaitu: dengan taubat, menyesali dosa, meninggalkan
kecintaan dunia, sanjungan makhluk, jabatan, dan iri dengki. Kemudian aku
berangkat ke masjid dan merentangkan anggota badanku, sehingga kulihat
Ka’bah. Kemudian aku berdiri di antara keinginan dan ketakutanku kepada
Allah, sementara Allah melihatku, surga ada di kananku, neraka ada di
sebelah kiriku, malaikat maut ada di belakangku. Seakan-akan aku berada di
atas titian Shirath, dan aku mengira bahwa ini adalah shalat yang terakhir aku
lakukan. Kemudian aku niat dan membaca takbir dengan baik, membaca ayat
sambil memikirkan artinya, ruku’ dengan penuh kerendahan, sujud dengan
dengan penuh kehinaan, tasyahud penuh pengharapan akan rahmat Allah,
dan membaca salam dengan hati yang ikhlas. Inilah bentuk shalatku sejak 30
tahun. Setelah mendengar penjelasan Hatim, sambil menangis tersedu-sedu
Isham berkata, “Ini adalah sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh selain
engkau.”

5. INDAHNYA ISTIQAMAH
Ada seorang raja muda yang menguasai sebuah kerajaan, tetapi ia tidak
pernah merasakan ketenangan dan kenyamanan, lalu ia bertanya kepada para
bawahanya, “Apakah semua manusia seperti keadaan aku sekarang ini atau
tidak?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya semua manusia itu istiqamah
(mapan).” “Apakah ada sesuatu yang bisa membuatku mapan dan tenang?”
tanya sang raja. “Ada, yaitu para ulama,” jawab mereka. Kemudian raja
memanggil para ulama dan orang-orang shalih di negerinya, lalu berkata,
“Duduklah kalian di sisiku! Apa saja yang kalian lihat padaku berupa
ketaatan, maka perintahlah aku; sebaliknya, apa saja yang kalian lihat padaku
berupa kemaksiatan, maka cegahlah aku!” Para ulama dan orang-orang
shalih pun menjalankan titah rajanya, sehingga istiqamahlah (merasa tenang)
sang raja dengan kerajaannya selama 400 tahun.
Pada suatu hari datanglah Iblis padanya, lalu sang raja bertanya, “Siapa
kamu?” “Aku Iblis”, jawabnya. “Sekarang katakan padaku, ‘siapa kamu?’
iblis balik bertanya. “Aku adalah seorang lelaki keturunan Adam,” jawab
sang raja. Iblis berkata, “Seandainya kamu keturunan Adam, tentu kamu
sudah mati sebagaimana keturunan Adam lainnya mati. Kamu adalah Tuhan,
maka suruhlah manusia menyembahmu!” Kata-kata Iblis itu merasuki
jiwanya, sehingga naiklah ia ke atas mimbar dan berkata, “Wahai manusia,
sesungguhnya aku telah menyembunyikan suatu perkara dari kalian, dan
sekarang tibalah saatnya aku memperlihatkanya. Kamu sekalian tahu bahwa
aku telah menjadi raja kalian selama 400 tahun, seandainya memang aku
seorang manusia tentu aku sudah mati seperti yang lainnya. Jadi sebenarnya
aku ini Tuhan, karena itu hendaklah kalian menyembah aku!”
Atas kejadian itu, Allah Swt. mewahyukan kepada Nabi di zamannya,
“Katakanlah padanya, bahwa Aku selalu istiqamah (konsisten) memenuhi
keinginanya selama ia istiqamah mengabdi kepada-Ku. Apabila ia berpaling
dan mendurhakai Aku, maka demi kemulyaan dan keagungan-Ku, Aku akan
menghancurkanya melalui kaisar Bakhtanshar.” Demikianlah, akhirnya
Bakhtashar menaklukkan raja tersebut dan menebas lehernya. Dia pun
memperoleh rampasan emas sebanyak tujuh kapal dari gudang kekayaannya.
Wallahu a’lam.

6. PIKIRAN YANG CEMERLANG
Khalifah Harun al-Rasyid memiliki seorang jariyah (hamba sahaya
wanita) yang berkulit hitam lagi jelek. Pada suatu hari ia melemparkan uang
dinar di hadapan para jariyahnya, maka semua jariyah berebut untuk
mendapatkan uang tersebut. Tetapi tidak dengan jariyah yang hitam tadi, ia
hanya diam dan memandang sang khalifah. Khalifah bertanya, “Mengapa
kamu tidak memungut uang tersebut?” Jariyah menjawab, “Sesungguhnya
yang mereka cari adalah uang, sedangkan yang hamba cari adalah pemberi
uang.” Khalifah merasa kagum dengan jawaban jariyah itu, kemudian dia
mendekatinya dan memuji kebaikannya. Akhirnya tersebarlah berita kepada
para raja, bahwa Harun ar-Rasyid menyukai jariyah hitam.
Ketika kabar pergunjingan itu sampai ke telinga khalifah, maka dia
mengundang raja-raja tersebut. Setelah mereka berkumpul, maka semua
jariyahnya dipanggil dan masing-masing diberi mangkuk yang terbuat dari
berlian yaqut. Kemudian khalifah memerintahkan mereka agar menjatuhkanya,
namun semuanya menolak, kecuali seorang jariyah hitam yang jelek
tadi. Ia segera menjatuhkan dan memecahkan mangkuk berlian tersebut,
“Lihatlah perempuan ini, wajahnya memang jelek, tetapi tingkahnya
menyenangkan”, kata khalifah. Lalu khalifah bertanya padanya, “Mengapa
kamu memecahkan mangkuk berlian itu?” Jariyah menjawab, “Ketika
paduka menyuruh hamba untuk memecahkanya, maka muncul dalam pikiran
hamba, “Jika memecahkanya berarti mengurangi kekayaan khalifah. Tetapi
jika menolaknya (tidak memecahkannya), berarti mengurangi kewibawaan
dan titah khalifah. Menurut hamba berkurangnya harta khalifah itu lebih baik
dari pada berkurangnya wibawa dan titah khalifah. Jika hamba memecahkannya,
hamba akan dianggap gila, sedang jika menolak perintah, hamba
akan dianggap durhaka; dan konsekwensi yang pertama lebih aku sukai
daripada yang kedua. Setelah mendengar kecemerlangan pikirannya, maka
para raja menganggap baik jariyah hitam tersebut dan dapat memahami
alasan khalifah mencintainya. Wallahu a’lam.

7. DERMAWAN
Suatu hari ada seorang lelaki yang tidur dalam masjid dan ia membawa
kantong penyimpanan uangnya. ketika terjaga, ia tidak mendapati kantong
uangnya, lalu ia melihat Ja’far ash-Shidiq sedang melakukan shalat. Maka
Lelaki itu pun memegang kerah bajunya. Dengan keheranan, Ja’far bertanya,
“Apa yang terjadi padamu?” “Kantong uangku telah dicuri, sementara di sini
hanya ada kamu”, jawab lelaki itu. “Berapa uang yang ada di dalamnya”,
tanya Ja’far. “Seribu dinar”, jawab si lelaki. Kemudian Ja’far pulang ke
rumahnya, dan sebentar kemudian ia datang lagi dengan membawa uang
seribu dinar, lalu diberikanya pada lelaki itu. Setelah itu, lelaki tersebut pergi
menyusul kawan-kawannya. Tiba-tiba kawan-kawannya berkata, “Kantong
uangmu ada pada kami, tadi kami telah mengambilnya bermaksud bercanda
padamu.” Setelah mendengar penjelasan mereka, lelaki itu kembali dengan
uang seribu dinar tadi, lalu bertanya tentang orang yang tadi memberinya
uang. Orang-orang menjawab bahwa orang yang dimaksud adalah Ja’far,
sepupu Rasulullah saw.. Kemudian si lelaki mendatangi Ja’far dan
memberikan uang tadi padanya, tetapi Ja’far menolaknya dan berkata, “Kami
adalah orang-orang yang apabila telah mengeluarkan sebagian harta milik
kami, maka pantang harta itu kembali pada kami.” Semoga Allah meridhai
mereka.

8. KEUTAMAAN TAAT
Ada seorang pemuda dari kaum Bani Israil yang sakit parah, maka ibu
pemuda itu bernadzar, bahwa jika Tuhan memberi kesembuhan pada
anaknya, maka si ibu bersedia mati (keluar dari dunia) selama tujuh hari.
Kemudian Allah menyembuhkan penyakit pemuda tersebut, tetapi si ibu
tidak juga melaksanakan nadzarnya.
Pada suatu malam ketika sedang tidur ia bermimpi, dalam mimpinya ia
didatangi seseorang dan berkata padanya, “Penuhilah nadzarmu agar kamu
tidak terkena siksa yang pedih dari Allah.” Ketika pagi hari tiba, ia panggil
anaknya lalu menceritakan mimpi itu kepadanya. Kemudian ia menyuruh
anaknya agar menggali sebuah kuburan untuk mengubur ibunya di dalamnya.
Maka si pemuda melaksanakan perintah ibunya. Ketika si ibu dimasukkan ke
dalam kuburan, ia berdoa, “Tuhanku, aku telah kerahkan segenap
kemampuan dan kekuatanku, dan aku telah penuhi nadzarku, maka jagalah
aku dari segala marabahaya di dalam kubur ini!” Setelah itu, si pemuda
menimbun ibunya dengan tanah, kemudian pulang. Sesaat kemudian, tepat di
atas kepalanya, sang ibu melihat seberkas cahaya memancar dan lubang
seperti jendela. Dari lubang tersebut ia melihat taman yang indah yang di
dalamnya ada dua orang perempuan, lalu kedua perempuan itu
memanggilnya. “Wahai perempuan, keluarlah kamu dan pergilah kepada
kami!” Tiba-tiba lubang itu membesar, sehingga si ibu tersebut keluar untuk
mendatangi dua perempuan tadi. Setelah si ibu keluar, ternyata ia berada di
sebuah taman yang di dalamnya terdapat telaga yang bersih, dan kedua
perempuan tadi sedang duduk di tepi telaga tersebut, maka si ibu pun duduk
di samping mereka, lalu mengucapkan salam. Tetapi mereka tidak menjawab
salamnya. Si ibu bertanya, “Kenapa kalian berdua tidak menjawab salamku?
Padahal kalian mampu berbicara?” Mereka menjawab, “Salam adalah bentuk
ketaatan, sedangkan kami telah dilarang melaksanakan ketaatan.”
Beberapa saat si ibu tadi duduk di sebelah dua perempuan tadi, tiba-tiba
ada seekor burung yang hinggap di kepala salah seorang perempuan itu dan
melindunginya dengan sayapnya. Lalu datang lagi seekor burung dan
hinggap di kepala perempuan yang satunya sambil mematuki kepala
perempuan tersebut. Si ibu merasa dan bertanya pada perempuan yang
pertama, “Karena apa kamu memperoleh karomah (kemuliaan) ini?”
Perempuan itu bercerita, “Dulu ketika aku masih hidup di dunia aku punya
seorang suami, aku selalu taat kepadanya, dan ketika aku mati dia ridha
kepadaku, maka Allah memberiku kemuliaan semacam ini.” Kemudian si ibu
bertanya pada perempuan yang kedua, “Karena apa kamu mendapatkan siksa
semacam ini?” Perempuan itu pun bercerita, “Dulu aku adalah perempuan
shalihah dan aku mempunyai suami, tetapi aku selalu menentangnya. Hingga
ketika aku mati, suamiku masih marah padaku. Maka Allah menjadikan
kuburku seperti taman karena keshalihanku, tetapi Allah menimpakan siksa
seperti ini padaku karena kedurhakaanku pada suamiku. Karenanya, jika
kamu kembali lagi ke dunia, tolonglah aku dengan memohon pada suamiku
agar dia meridhai aku!”
Ketika telah lewat masa tujuh hari, berkatalah dua perempuan tadi
“Bangunlah dan masuklah kembali ke kuburmu, karena anakmu akan datang
untuk menggalimu.” Ketika si ibu masuk ke dalam kuburnya, ternyata
anaknya tengah menggali kuburnya kemudian mengeluarkanya serta
membawanya pulang. Maka tersebarlah kabar bahwa perempuan tadi telah
memenuhi nadzarnya, maka orang-orang berdatangan untuk mengunjunginya,
termasuk suami perempuan yang mendurhakai suaminya juga datang.
Maka ibu pemuda itu pun menceritakan tentang keadaan. perempuan yang
durhaka tadi pada suaminya, dan si suami pun memaafkanya. Ketika si ibu
tidur, ia mimpi bertemu dengan perempuan yang mendurhakai suaminya tadi
dan berkata, “Aku telah selamat dari siksa karena pertolonganmu, mudahmudahan
Allah mengampuni dan membalas kebaikanmu.”

9. KAROMAH (I)
Abdullah bin Mubarak bercerita, “Ketika aku berada di Makkah,
terjadilah kemarau panjang. Maka para penduduk mencari air di Arafah.
Kemarau pun ternyata semakin panjang. Kketika hari Jumat mereka
berkumpul untuk melaksanakan shalat Jumat, dan usai melaksanakan shalat
Jumat mereka pun pergi menuju Arafah. Pada saat itu aku melihat seorang
lelaki hitam, kurus sedang melakukan shalat dua rakaat, dan setelah shalat ia
berdoa, lalu sujud sambil berkata, “Demi kemulyaan Engkau, aku tidak akan
mengangkat kepalaku dari sujud sehingga Engkau menurunkan hujan pada
hamba-hamba-Mu.” Selepas itu, tiba-tiba aku melihat muncul segumpal
awan, lalu gumpalan itu menyatu dan turunlah hujan dengan lebat bagaikan
ditumpahkan dari mulut girbah (wadah air dari kulit). Maka orang itu
memuji Allah, lalu pergi meninggalkan tempat itu. Aku pun mengikutinya
dari belakang, hingga aku melihat ia masuk ke tempat penjualan budak,
kemudian aku pulang.
Keesokan harinya aku ke tempat itu sambil membawa beberapa keeping
uang dirham dan dinar. Kemudian aku datangi penjual budak tersebut dan
berkata, “Aku perlu seorang budak untuk aku beli.” Kemudian diperlihatkan
padaku kira-kira 30 budak. “Apakah ada selain ini?” tanyaku. Si penjual
menjawab, “Masih ada satu lagi, tapi. ia tidak mau bicara pada siapa pun.”
“Perlihatkan ia padaku!” pintaku. Maka si penjual pun memperlihatkan
seorang budak yang kemarin telah kulihat dengan mataku sendiri. “Dengan
berapa aku harus membelinya?” tanyaku. “Dua puluh dinar, tetapi untuk
tuan, sepuluh dinar pun cukup”, jawab si penjual. “Tidak, bahkan aku akan
memberimu tambahan menjadi dua puluh tujuh dinar”, kataku. Setelah
kubayar, aku membawa budak itu ke rumahku. Budak itu bertanya,
“Mengapa tuan membeli saya, padahal saya tidak mampu melayani tuan?”
“Aku membelimu karena aku ingin agar kamu menjadi majikanku dan aku
menjadi pelayanmu”, jawabku. Si budak kembali bertanya, “Menganpa tuan
berbuat demikian?” Maka aku menceritakan, “Kemarin aku melihat kamu
berdoa, lalu Allah mengabulkan doamu, maka atas hal itu aku mengetahui
adanya karomah Allah padamu. “Apakah tuan benar-benar melihatnya?”
tanyanya lagi. “Ya”, jawabku. Dia berkata, “Apakah tuan akan memerdekakan
saya?” Aku jawab, “Ya, kamu merdeka karena Allah.” Tiba-tiba aku
mendengar suara tanpa wujud berkata, “Wahai Ibnu Mubarak, berbahagialah
karena Allah telah mengampunimu.
Kemudian budak tadi berwudhu dan shalat dua rakaat, lalu berkata,
“Al-Hamdu lillaah, ini kemerdekaan dari majikanku yang kecil, lalu
bagaimana dengan kemerdekaan dari Majikanku yang Agung?” Budak tadi
berwudhu dan shalat lagi, kemudian mengangkat tanganya seraya berdoa,
“Ya Allah, Engkau Maha Tahu bahwa aku telah menyembah Engkau selama
tiga puluh tahun, dan sesungguhnya perjanjian di antara kita adalah agar
Engkau tidak membuka rahasiaku, dan sekarang jika telah terbuka, maka
cabutlah nyawaku.” Tiba-tiba budak tadi jatuh ke tanah dan pingsan, lalu
meninggal dunia. Aku pun mengkafani jenazahnya dengan kain seadanya,
lalu aku menyalati dan menguburkannya. Malamnya ketika aku tidur, aku
bermimpi melihat seorang lelaki tampan dan memakai pakaian yang indah. Ia
bersama lelaki lain yang juga tampan dan mengenakan pakaian indah,
mereka bergandengan saling memegang pinggang. Kemudian lelaki tadi
berkata, “Wahai Ibnu Mubarak, apa kamu tidak malu kepada Allah?” Setelah
bertanya begitu, ia pergi. “Siapakah anda?”, tanyaku. Aku adalah
Muhammad saw., dan ini adalah Ibrahim as.,” jawabnya. Aku menjawab,
“Bagaimana saya tidak malu padahal saya memperbanyak membaca
shalawat untuk engkau.” Nabi saw. bersabda, “Telah meninggal salah
seorang wali Allah, tetapi kamu tidak mencarikan unuknya kain kafan yang
baik.” Keesokan paginya aku menggali dan mengeluarkan jenazahnya dari
kubur, kemudian mengkafaninya dengan kafan yang baik dan bersih, lalu
menshalatinya dan menguburkanya lagi.
Abul Qasim ditanya, “Manakah yang lebih baik, orang yang maksiat
kemudian taubat ataukah orang kafir yang kemudian beriman?” Dia
menjawab, “Orang yang maksiat kemudian taubat itu lebih baik, ketimbang
orang kafir yang beriman. Karena orang kafir ketika masih kafir adalah orang
lain, sedangkan orang yang maksiat ketika berbuat maksiat, ia masih
mengenal Tuhannya. Dan orang kafir ketika masuk Islam berubah dari orang
asing menjadi orang yang dikenal. Sementara orang yang maksiat dari orang
yang dikenali berubah menjadi orang yang disayang. Sebagaimana firman
Allah Swt., “Dan Allah menyukai orang yang bertaubat.” Wallahu a’lam.

10. KAROMAH (II)
Seseorang bercerita, “Suatu hari aku berlayar bersama rombongan para
pedagang. Tiba-tiba kapal yang kami tumpangi dihantam angin dan ombak
besar, sehingga goncanglah kapal tersebut, dan kami semua merasa sangat
ketakutan. Sementara di sudut kapal ada seorang lelaki yang mengenakan
pakaian dari kulit. Ombak pun tak henti-hentinya menghantam kapal sampaisampai
air laut masuk ke dalam kapal, sehingga beban kapal bertambah
berat. Kami sudah putus asa mengenai keselamatan jiwa dan harta kami.
Tiba-tiba lelaki tadi keluar dari kapal, lalu berdiri mengerjakan shalat di atas
air. Kami berkata padanya, “Wahai kekasih Allah, tolonglah kami.” Tetapi ia
tidak menoleh kepada kami. Kami pun berteriak lagi, “Demi Dzat Yang
memberimu kekuatan untuk beribadah kepada-Nya, tolonglah kami!” Maka
ia menoleh dan berkata, “Apa yang terjadi pada kalian?” Ternyata selama ini
ia tidak melihat musibah yang sedang menimpa kami. Kami balas bertanya,
“Apakah engkau tidak melihat badai yang menghantam kapal ini?” Dia
berkata, “Mendekatlah kalian semua kepada Allah!” “Dengan cara apa kami
mendekat?” Tanya kami. “Dengan meninggalkan harta benda,” jawabnya.
“Sudah kami lakukan”, jawab kami. Dia berkata, “Keluarlah kalian semua
dari kapal dengan menyebut nama Allah!” Maka kami pun keluar satu
persatu dari kapal dan kami berjalan di atas air di sisi lelaki tadi. Untuk
beberapa waktu kami tetap ada di atas air. Jumlah kami saat itu kira-kira dua
ratus orang atau lebih. Kemudian kapal tadi tenggelam beserta seluruh
barang dan harta benda yang ada di dalamnya. Lelaki tadi berkata, “Sekarang
kamu telah terbebas dari kesulitan duniawi, maka bubarlah kalian.” Kami
bertanya, “Demi Allah, siapakah anda?” “Aku adalah Uwais al-Qarni”,
jawabnya. Kami katakana, “Sesungguhnya di dalam kapal yang tenggelam
tadi terdapat bahan makan untuk orang fakir di kota Madinah yang dikirim
dari Mesir.” Lalu Uwais berkata, “Jika Allah berkenan mengembalikan harta
kalian, maukah kalian membagikannya kepada orang-orang fakir di kota
Madinah?” “Ya”, jawab kami. Maka Uwais melakukan shalat lagi dua rakaat
di atas air, lalu berdoa dengan suara yang tak terdengar. Selesai berdoa, tibatiba
muncullah kapal tadi ke permukaan laut dengan segala yang ada di
dalamnya. Kami pun segera naik ke kapal, sementara itu kami tidak melihat
Uwais lagi. Kemudian kami melanjutkan pelayaran ke kota Madinah dan
berlabuh di sana serta membagi-bagikan harta kami pada orang-orang fakir
kota tersebut, sehingga tidak ada lagi di Madinah seorang faqir pun selamalamanya.

11. KEUTAMAAN BERSERAH PADA KEPUTUSAN ALLAH
Diceritakan bahwa sesungguhnya Thariq as-Shadiq (yang tulus)
dijuluki demikian karena suatu peristiwa yang terjadi padanya. Ketika ia
terjatuh di sumur tua, lewatlah sekelompok orang yang akan berangkat haji,
lalu berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sebaiknya kita tutup lubang
sumur ini agar tidak ada orang yang terperosok ke dalamnya.” Mendengar
perkataan mereka, aku berkata dalam hatiku, “Kalau memang aku orang
yang tulus, aku harus diam, maka Thariq pun diam saja. Orang-orang itu pun
menutup lubang sumur, kemudian pergi. Dalam keadaan gelap gulita aku
berada dalam sumur, tiba-tiba aku menemukan dua buah lentera, sehingga
dengan kedua lentera itu aku dapat melihat sekeliling. Tiba-tiba ada seekor
ular besar menuju ke arahku. Aku pun berkata dalam hati, “Saat ini akan
kelihatan apakah aku tergolong orang yang tulus ataukah pendusta?” Ketika
ular itu sampai padaku, aku mengira bahwa ia akan memakanku. Ternyata
ular itu naik ke arah bibir sumur, lalu melilitkan ekornya di leher dan kakiku,
dan membawaku seperti menggendong seorang bayi. Kemudian ular tersebut
naik dan mengangkat semua penutup sumur tua tersebut. Kemudian ia
mengangkatku hingga ke atas tanah, lalu ia melepaskan lilitan ekornya dari
tubuhku. Dalam keadaan demikian, tiba-tiba aku mendengar suara tanpa
wujud, “Ini adalah kasih sayang Tuhanmu, Dia telah menyelamatkan kamu
dari musuhmu dengan perantaraan musuhmu.” Karena kejadian tersebut
Thariq dijuluki as-Shadiq (yang tulus menerima apapun yang akan
ditetapkan Allah untuknya).

12. KEUTAMAAN TEGUH PENDIRIAN
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab ra. telah terjadi peperangan
antara orang Islam dengan orang Rum, sehingga banyak tentara Islam yang
ditawan oleh tentara Rum. Salah satu tentara Rum memberi tahu rajanya
bahwa di antara pasukan Islam itu ada seseorang yang kuat dan tegas. Maka
raja Rum memerintahkan agar orang tersebut dibawa ke hadapannya. Di
depan raja telah dipasang rantai pembatas, sehingga tak seorang pun bisa
mendekati sang raja kecuali dengan membungkuk. Ketika orang Islam itu
tahu bahwa untuk menemui raja harus melewati rantai tersebut yang berarti
ia harus membungkuk, maka ia menolak menemui raja. Ia berkata, “Aku
malu pada Nabi Muhammad saw., kalau harus masuk menemui orang kafir
dengan membungkuk bagaikan orang yang sedang ruku.” Kemudian raja
memerintahkan agar rantai tersebut dilepas sehingga prajurit Islam tersebut
bisa masuk. Ketika prajurit Islam tadi sudah masuk, maka bicaralah sang raja
dengan panjang lebar. Akhirnya raja berkata pada prajurit Islam tadi,
“Masuklah kamu kedalam agama kami, niscaya aku akan meletakkan
cincinku ke tanganmu, dan aku akan memberikan kekuasaan tanah Rum ini
kepadamu, sehingga kamu bisa melakukan apa yang kau sukai.” Berapa
besar negeri Rum di banding dunia ini?”, tanya prajurit Islam. “Sepertiga
atau sekitar seperempatnya”, jawab raja. Prajurit Islam berkata, “Andaikan
seluruh dunia dikuasai oleh orang Rum dan penuh emas, intan, dan lainnya
kemudian kamu memberikannya padaku sebagai pengganti mendengarkan
adzan sehari, niscaya aku tidak akan menerimanya.” Raja bertanya, “Apakah
adzan?” “Adzan adalah kesaksianku bahwa tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan-Nya, jawab prajurit.” Sang raja berkata,
“Kecintaan kepada Muhammad saw. telah dan tertanam kuat dalam hati
orang ini, maka tidak mungkin baginya untuk kembali saat ini.” Kemudian
sang raja menyuruh agar diletakkan kuali besar berisi air di atas api. Raja
berkata, “Apabila airnya telah mendidih, lemparkan ia ke dalamnya.”
Benarlah, ketika air tersebut telah mendidih dan prajurit Islam tadi akan di
lemparkan ke dalamnya, maka ia membaca Bismillaahir-rahmaanir-rahiim.
Ketika ia dimasukkan kedalam kuali dari satu arah, ternyata dengan qudrat
Allah ia muncul pada sisi yang lain dalam keadaan masih hidup. Sehingga
heranlah sang raja dengan keadaannya. Kemudian sang raja memerintahkan
agar prajurit Isalm tersebut dipenjarakan di tempat yang gelap dan tidak
diberi makan dan minum. Prajurit tadi diberi makan daging babi dan arak
selama empat puluh hari. Setelah empat puluh hari dibukalah pintu
penjaranya. Maka tahulah sang raja bahwa apa yang diberikan itu idak
dimakan sama sekali. Raja bertanya, “Mengapa tidak kamu makan, padahal
ini diperbolehkan dalam agama Muhammad ketika terpaksa?” “Jikalau aku
memakannya, kamu akan bergembira, sementara aku ingin membuatmu
marah,” jawab prajurit. “Sekiranya kamu tidak mau makan daging babi itu,
sujudlah padaku, dan aku akan melepaskanmu dan teman-temanmu!” kata
sang raja. Prajurit menyahut, “Sesungguhnya sujud di dalam agama
Muhammad tidak di perbolehkan kecuali hanya kepada Allah. Kalau begitu,
ciumlah tanganku, maka aku akan melepaskan kamu dan teman-temanmu!”
kata sang raja. Prajurit menjawab, “Sesungguhnya hal itu tidak diperbolehkan
kecuali terhadap orang tua, pemimpin yang adil, atau guru.” Raja berkata
lagi, “Kalau begitu ciumlah keningku.” “Aku akan melakukanya, tetapi
dengan satu syarat,” jawab prajurit. “Lakukan apa yang kamu inginkan!”
kata raja. Maka prajurit Islam tadi menempelkan ujung lengan gamisnya
pada kening sang raja, lalu ia menciumnya dengan niat mencium lengan
bajunya, bukan kening raja. Sesuai janjinya, maka sang raja membebaskan
prajurit tersebut juga seluruh tawanan muslim lainnya, dan raja memberinya
harta benda yang banyak. Setelah itu, prajurit tersebut menulis surat kepada
Umar ra. (menyampaikan kejadian dirinya dengan sang raja). Lalu Umar ra.
berkata, “Seandainya orang ini (raja Rum) berada di negeri kita dan memeluk
agama kita, niscaya kita yakin akan kehebatan ibadahnya.” Ketika prajurit
beserta rombongannya telah tiba di hadapan Umar ra., maka Umar berpesan
padanya, “Janganlah kamu miliki sendiri harta tersebut, tetapi bagikanlah
kepada penduduk Madinah, kota Rasulullah saw.!” Maka prajurit pun
melaksanakan pesan tersebut.

13. KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
Diceritakan bahwa Nabi Isa as. dalam salah satu perjalanannya dia
melihat gunung yang tinggi, maka diapun mendakinya. Ketika berada di atas
gunung, dia mendapati sebuah batu besar yang berwarna sangat putih, lebih
putih daripada susu. Dia pun mengitari dan memperhatikan batu tersebut
karena takjub akan keindahannya. Kemudian Allah memberi wahyu
kepadanya, “Wahai Isa, maukah aku jelaskan padamu suatu perkara yang
lebih mengherankan daripada yang kamu lihat?” “Ya, wahai Tuhanku”,
jawab Isa. Tiba-tiba batu besar tadi terbelah dan muncullah seorang tua
dengan mengenakan baju perang yang terbuat dari rambut, di tanganya
memegang tongkat berwarna hijau, dan di depanya ada buah anggur, sedang
ia masih berdiri melakukan shalat. Nabi Isa pun terheran-heran dan beranya
“Wahai orang tua, apa yang aku lihat ini?” Orang tua tadi menjawab, “Ini
adalah rizqiku tiap hari.” Isa bertanya lagi, “Sejak kapan kamu kamu
beribadah kepada Allah di dalam batu ini?” “Sejak empat ratus tahun yang
lalu”, jawabnya. Kemudian Isa berkata, ‘Tuhan!, aku berkata bahwa tak
seorangpun yang lebih mulia dibanding orang ini.” Kemudian Allah memberi
wahyu kepada Isa as. bahwa satu orang diantara ummat Muhammad yang
menjumpai malam tanggal lima belas bulan Sya’ban lalu ia shalat nisfu
Sya’ban, demikian itu lebih baik di sisiku-Ku daripada ibadah orang tua ini
selama empat ratus tahun.” Kemudian Isa as. berkata, “Alangkah senangnya
jika aku menjadi salah seorang dari ummat Muhammad saw..

14. BERBAGAI MACAM HUKUM
Sesungguhnya keputusan hukum pada masa Nabi Ibrahim as. itu
dengan menggunakan api. Apabila orang yang benar memasukan tangannya
kedalam api, maka tidak akan terbakar. Sebaliknya, jika orang yang salah
memasukkan tanganya kedalam api, niscaya akan terbakar.
Pada zaman Nabi Musa as. hukum diputuskan dengan tongkat Nabi
Musa. Apabila tongkat tadi tidak bergerak, maka orang tersebut benar; dan
apabila bergerak, maka orang tadi bersalah.
Pada zaman Nabi Suleiman as., hukum diputuskan dengan angin.
Apabila orang itu benar, maka angin akan tenang; dan apabila orang itu
bersalah, maka angin akan menerbangkannya ke atas, lalu menghempaskannya
di atas tanah.
Pada zaman Iskandar Dzul-qarnain, hukum diputuskan dengan air.
Apabila orang yang benar duduk di atas air, maka air akan mengeras
membeku; dan apabila orang tadi bersalah, maka air itu tetap mencair.
Pada zaman Nabi Dawud as. hukum diputuskan dengan rantai yang
digantungkan. Apabila orang itu benar, maka akan bisa menggapai rantai
tersebut; dan apabila bersalah, mak tidak akan bisa menggapainya.
Adapun hukum pada zaman Nabi Muhammad saw. didasarkan pada
sumpah dan mendatangkan bukti sebagaimana firman Allah Swt., “Allah
menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.”
Menurut riwayat Tirmidzi, bahwa ‘Yusrun’ (mudah) adalah salah satu
nama surga karena segala kemudahan ada disana, dan ‘Usrun (kesulitan)
adalah nama salah satu neraka, karena segala kesulitan ada di sana.

15. KEUTAMAAN PUASA
Sufyan ats-Tsauri ra. bercerita, “Aku tinggal di Makkah selama tiga
tahun. Di antara para penduduknya adalah seorang lelaki yang selalu datang
ke masjid pada waktu terik matahari. Dia thawaf dan shalat dua rakaat
kemudian menyalamiku, lalu pulang kerumahnya. Begitulah setiap hari
sehingga timbullah rasa sayang dan persahabatan di antara kami, dan aku
selalu mengunjunginya. Pada suatu hari ia sakit kemudian memanggilku dan
berkatam, “Apabila aku mati nanti, hendaklah kamu sendiri yang
memandikan aku, shalatilah, lalu kuburkanlah aku, dan jangan kamu
tinggalkan aku sendirian di kuburan pada malam itu. Talqinkanlah aku
dengan kalimat tauhid ketika malaikat Munkar dan Nakir menanyaiku!” Aku
pun menyanggupinya. Ketika lelaki tadi meninggal dunia aku melaksanakan
semua yang diperintahkannya padaku, dan malam itu aku bermalam di
samping kuburnya. Beberapa saat kemudian, antara sadar dan tidak, aku
mendengar suara dari atasku berkata, “Wahai Sufyan, orang tersebut tidak
butuh penjagaanmu, talkinmu, dan pelipur lara darimu, karena aku telah
mentalqinkannya dan memberinya kesenangan. Aku bertanya, “Dengan
apa?” “Dengan puasanya di bulan Ramadhan dan diikuti enam hari pada
bulan Syawal,” jawab suara tadi. Tiba-tiba aku terjaga, dan ternyata tidak ada
seorang pun yang aku lihat. Kemudian aku berwudhu, shalat, dan terus tidur.
Dalam tidurku aku bermimpi lagi seperti yang pertama. Demikian sampai
tiga kali. Maka fahamlah aku bahwa suara itu dari Tuhan bukan dari syetan,
lalu aku pulang dari kuburnya dan berdoa, “Ya Allah, dengan anugerah dan
kemulyaan-Mu, berilah aku taufiq agar dapat berpuasa seperti puasa orang
itu! Aamiin.

16. KEUTAMAAN MELUANGKAN WAKTU UNTUK IBADAH
Diceritakan bahw ada seorang ‘abid (ahli ibadah) yang telah beribadah
kepada Allah selama seratus tahun di tempat peribadatannya. Kemudian
syetan datang menggodanya, maka turunlah ia dari pertapaannya dan
memasuki keramaian kota untuk mengunjungi kaum kerabat dan temantemannya
karena Allah. Lalu ia ditahan oleh salah seorang temanya dan
diajaknya masuk ke rumahnya. Temanya bersumpah bahwa ia harus mau
membantu kesulitan yang dialaminya, maka si ‘abid pun membantu temanya
selama tujuh bulan. Pada suatu malam menjelang waktu sahur, tiba-tiba ia
menjerit keras, sehingga temanya juga terbangun karena terkejut, lalu
bertanya, “Apa yang terjadi padamu?” “Tolong nyalakan lentera!” pintanya.
Maka temannya menyalakan lentera, lalu si ‘abid bercerita, “Ketika tidur
tadi, aku bermimpi melihat seorang pemuda tampan yang mengenakan
pakaian indah nan bersih, dan pemuda itu berkata, “Aku adalah utusan Allah,
lalu keaiban apa yang kamu lihat pada Allah dan Rasul-Nya, sehingga kamu
tidak beribadah lagi kepada-Nya? Kembalilah ke tempat ibadahmu sebelum
kamu mati!” Maka si ‘abid pun keluar malam itu juga, dia terus-menerus
berputar di dalam hutan, minum dari air hujan, dan makan dari dedaunan
sambil berdoa, “Wahai Tuhanku, tubuhku penuh aib, hatiku sedih, lidahku
mengakui dosa, maka ampunilah aku wahai Dzat Yang Maha Pengampun,
Yang Maha Menutup aib, dan Yang Maha mengetahu semua yang gaib.
Ketika telah dekat ke tempat peribadatannya dan ia ingin memasukinya, ia
melangkahkan salah satu kakinya, namun tiba-tiba ia melihat sesuatu yang
bertuliskan, ia pun berusaha memikirkannya. Isi tulisan tersebut yaitu:
Jika kamu bertawakkal pada-Ku, niscaya Aku mencukupimu
Jika kamu lebih mengutamakan selain Aku, niscaya Aku meninggalkanmu
Jika kamu menghadap Aku, niscaya Aku menerimamu
Jika kamu meninggalkan dosa, maka Aku mengampuni dan menyayangimu
Jika kamu menginginkan sesuatu dari sisi-Ku, niscaya Aku akan memberimu.

17. KEUTAMAAN IKHLAS
Suatu hari Syibli ra. ketika berada di majlis pengajiannya mengucapkan
lafadh ‘Allah’ dengan penuh rasa takut. Ternyata ucapan tadi terdengar
seorang pemuda, sehingga ia menjerit sekeras-kerasnya dan seketika
meninggal dunia. Kemudian teman-teman pemuda itu mengadukan Syibli
kepada raja, dan mereka menuduh bahwa Syibli telah membunuh anak
muridnya. Sang raja berkata, “Apa pembelaanmu?” Syibli menjawab,
“Sesungguhnya jiwa pemuda itu memiliki kecenderungan, bersuara,
menyeru, dan menjawab seruan, lau apa dosa saya.” Mendengar jawaban
Syibli, menangislah sang raja dan berkata, “Bebaskan dia, karena dia tidak
bersalah.” Wallahu alam..

18. KEUTAMAAN TAWAKKAL KEPADA ALLAH
Pada suatu hari Dzun-Nun al-Mishri mencari ikan di laut bersama anak
perempuanya yang masih kecil. Dia melemparkan jaringnya ke laut, dan
masuklah seekor ikan ke dalam jaring. Ketika Dzun-Nun akan mengambil
ikan tersebut, tiba-tiba puterinya melihat ikan tadi menggerak-gerakan
bibirnya, maka dilemparkannya lagi ikan itu ke laut. Dzun-Nun bertanya,
“Mengapa kamu sia-siakan basil jerih payahku?” “Aku tidak mau makan
makhluk yang berdzikir kepada Allah”, jawab putrinya. “Lalu apa yang harus
kita lakukan?” tanyanya lagi. “Bertawakkal pada Allah, dan mudah-mudahan
Allah memberi kita rizki sesuatu yang tidak berdzikir kepada Allah,” jawab
putrinya. Maka keduanya berhenti mencari ikan, mereka diam bertawakkal
pada Allah sampai sore, namun tidak ada sesuatupun rizki yang datang pada
mereka. Ketika menjelang isya, Allah menurunkan hidangan dari langit yang
terdiri dari berbagai jenis makanan. Kejadian seperti itu terus berlangsung
selama dua belas tahun. Dzun-Nun menyangka bahwa keistimewaan tersebut
timbul disebabkan shalat, puasa, serta ibadahnya. Namun setelah puterinya
meninggal dunia, ternyata hidangan makanan tidak turun lagi dari langit.
Akhirnya ia sadar bahwa ternyata turunnya hidangan tersebut disebabkan
oleh ketawakkalan putrinya, bukan karena keutamaan dirinya.

19. KASIH SAYANG
Disebutkan dalam suatu riwayat, bahwasanya ketika Nabi Muhammad
saw. hendak melaksanakan shalat Ied, beliau melihat anak-anak sedang
bermain dengan riang gembira. Tetapi di antara mereka ada seorang anak
yang duduk menyendiri di pojok sambil menangis, anak itu mengenakan
pakaian lusuh. Beliau bertanya, “Wahai anak kecil, mengapa kamu menangis
dan tidak bermain bersamama teman-temanmu?” Ia tidak tahu bahwa yang
bertanya adalah Nabi saw., maka ia menjawab, “Biarkan aku sendiri!
Sesungguhnya ayahku meninggal dalam sebuah peperangan bersama Nabi
saw., kemudian ibuku menikah lagi dengan orang lain, lalu orang itu
menguasai hartaku dan mengusirku, sehingga aku tidak memiliki makanan,
minuman, pakaian dan rumah untuk berteduh. Ketika aku melihat anak-anak
lain memiliki ayah, bermain dan memiliki pakaian indah semakin
bertambahlah kesusahan dan kesedihanku. Itulah sebabnya mengapa aku
menangis.” Lalu Nabi saw. memegang tangan anak kecil tadi dan berkata,
“Apakah kamu mau kalau aku menjadi ayahmu, Aisyah ibumu, Fathimah
saudaramu, Ali pamanmu, serta Hasan dan Husain saudara laki-lakimu.
“Bagaimana saya tidak mau wahai Rasulallah?” jawabnya. Kemudian Nabi
saw. membawa anak kecil itu ke rumah beliau, lalu beliau memberinya
pakaian indah, makanan dan minuman. Lalu anak kecil itu keluar dengan
tertawa dan sukacita bergabung dengan teman-temannya. Mereka bertanya
kamu sekarang ceria, padahal tadi kamu bersedih, apa yang terjadi? Tadi aku
lapar sekarang aku kenyang, tadi aku tidak mempunyai pakaian sekarang
pakaianku indah, tadiaku yatim sebatang kara sekarang Nabi Muhammad
saw. adalah ayahku, Aisyah ibuku, Fathimah saudaraku, dan Ali pamanku,”
jawabnya. Teman-temannya berkata, “Andaikan ayahku mati dalam
peperangan tentu aku akan dipungut anak oleh Nabi,” anak tadi terus berada
pada Nabi saw. sampai beliau wafat. Ketika beliau wafat, keluarlah ia sambil
menangis dan menaburkan debu dikepalanya seraya berkata, “Sekarang aku
yatim dan sebatang kara.” Kemudian anak itu dipeluk Abu Bakar dan
dirawatnya.

20. KEMBALI PADA ALLAH
Pada zaman Nab Dud as. ada seorang raja yang zhalim, dengan bantuan
orang-orang, Nabi Daud dapat menundukkan raja tersebut dan menawannya.
Orang-orang meminta pada Nabi Daud, “Wahai Nabi Allah, adili dia, karena
dia telah membunuh dan menawan banyak orang.” Kemudian Nabi Daud
memerintahkan agar sang raja disalib, maka ia pun disalib di atas gunung.
Setelah itu orang-orang pada pulang ke rumah masing-masing. Jadilah raja
sendirian di tiang salib, lalu ia memohon kepada berhala-berhala yang ia
sembah, namun semua berhala itu tidak dapat menolongnya sedikit pun.
Kemudian ia berdoa kepada matahari dan bulan katanya, “Aku menyembah
kamu berdua agar dapat menolong aku di saat aku mendapat kesusahan.
Namun keduanya juga tidak ada yang bisa menolong. Akhirnya ia kembali
pada Allah, menyebut nama-Nya, dan mengadu kepada-Nya. Ia berdoa,
“Wahai Tuhan, aku telah mendurhakai-Mu dan menyembah kepada selain-
Mu, namun semuanya tidak bisa memberi manfaat sedikitpun padaku.
Sekarang aku datang kepada-Mu, Engkaulah Dzat Yang Hak, demi kasih
saying-Mu tolonglah saya!” Maka Allah Swt. berfirman, “Orang ini telah
lama menyembah berhala, padahal berhala-berhala itu tidak memberinya
manfaat. Sekarang ia lari pada-Ku dan memohon pada-Ku, maka Aku akan
mengabulkanya, karena Aku selalu mengabulkan doa orang yang teraniaya
ketika ia berdoa pada-Ku. Sekarang turunlah hai Jibril dan letakkan orang
tersebut di atas bumi dalam keadaan aman dan selamat.” Jibril pun segera
turun melaksanakan perintah Allah. Ketika hari sudah pagi orang-orang
mendatangi Nabi Daud dan berkata, ‘Wahai Nabi Daud! Izinkanlah kami
menurunka raja yang zhalim itu dari tiang pancung!” Maka Nabi Daud
mengizinkanya. Ketika mereka telah sampai di tiang salib, mereka mendapati
raja telah berada di atas bumi dalam keadaan selamat dan masih hidup.
Mereka pun menceritakan kejadian itu pada Nabi Daud, maka dengan segera
Nabi Daud melihat keadaan raja tersebut, dan benar dia pun mendapatinya
sebagaimana yang diceritakan orang-orang. Kemudian Nabi Daud shalat dua
rakaat lalu berdoa, “Tuhan, beritahu padaku akan keajaiban yang terjadi!”
Kemudian Allah memberi wahyu, “Wahai Daud, sesungguhnya orang ini
dengan sepenuh hati telah memohon pada-Ku, lalu aku mengabulkan
permohonannya. Seandainya Aku tidak mengabulkan permohonannya, maka
apa bedanya antara aku dan berhala-berhala yang disembahnya itu?
Demikianlah Aku memperlakukan orang yang kembali ke jalan-Ku. Wahai
Daud, jelaskan padanya tentang keimanan, karena ia telah beriman dengan
keimanan yang sebenarnya. Aku mengatakan yang hak dan menunjukkan
jalan yang lurus.”
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar