Kamis, 01 Juli 2010

KEAJAIBAN IMAN 4

1. TERCELANYA ORANG YANG TIDAK MAU MEMAAFKAN ORANG LAIN
Suatu hari Iblis mendatangi Fir’aun, Iblis bertanya, “Apakah kamu
mengenalku?” Fir’aun menjawab, “Ya.” “Kamu telah meremehkanku dalam
satu perkara”, kata Iblis. “Apa itu?” tanya Fir’aun. Iblis berkata, “Yaitu
keberanianmu mengaku sebagai Tuhan, padahal aku lebih tua, lebih pandai,
lebih kuat dibanding kamu, tetapi aku tidak berani mengaku sebagai Tuhan.”
Fir’aun berkata, “Kamu benar, tetapi aku akan bertaubat.” Iblis berkata,
“Tenang, jangan kamu lakukan itu! Karena penduduk Mesir telah
menerimamu sebagai Tuhan, apabila kamu menarik ucapanmu, maka mereka
akan berpaling darimu, membela musuhmu, menghancurkan kekuasaanmu,
dan kamu sendiri akan terhina.” Fir’aun berkata, “Benar juga katamu, tetapi
tahukah kamu siapakah di muka bumi ini orang yang lebih buruk daripada
kita?” Iblis menjawab, “Ya, yaitu orang yang diminta maaf oleh seseorang
tetapi ia tidak mau memaafkan orang itu. Itulah orang yang lebih buruk
daripadaku dan kamu. Lalu Iblis pergi dari hadapan Fir’aun. Semoga Alah
melaknat keduanya.

2. KETAKUTAN YANG MENYELAMATKAN
Suatu hari Hisyam bin Abdul Malik berpidato di Damaskus, “Wahai
penduduk negeri Syam! Sesungguhnya Allah telah menghilangkan wabah
tha’un dari kalian semua di bawah kepemimpinanku.” Lalu berdirilah
seseorang dan berkata, “Sesungguhnya Allah lebih sayang pada kami
daripada Dia menghimpunmu ketika penyakit tha’un menimpa kami.
Tidakkah kamu lihat seorang lelaki yang memiliki harta dan anak. Ketika
ajal datang ia berkata pada anaknya, “Wahai anakku! Bagaimana
kedudukanku di hadapan kalian?” Anaknya menjawab, “Engkau adalah ayah
yang terbaik.” Ayahnya berpesan, “Apabila aku mati, bakarlah aku, lalu
haluskan abuku, kemudian tebarkanlah di dalam tiupan angin kencang,
supaya Allah tidak menemukan tempatku!” Ketika orang itu mati, maka
dilaksanakanlah wasiatnya. Kemidian Allah menyatukan abunya dan
bertanya, “Wahai hamba-Ku, mengapa kamu lakukan ini?” Ia menjawab
“Karena takut kepada-Mu, wahai Tuhanku. Karena sesungguhnya Engkau
tidak akan mengumpulkan atas hamba-Mu dua siksaan di dunia dan akhirat.
Dalam kisah ini terdapat kejanggalan yang sangat parah, maka
pertimbangkanlah.

3. KISAH KHIDHIR
Diceritakan bahwa suatu ketika Khidhir as. sedang duduk di pinggir
pantai, tiba-tiba datanglah seorang pengemis, lalu berkata, “Atas nama Allah
aku mohon padamu, berilah aku sesuatu!” Mendengar hal itu pingsanlah
Khidlir. Ketika telah sadar, ia berkata pada pengemis tersebut, “Aku tidak
memiliki apa-apa selain diriku sendiri, sementara engkau meminta padaku
atas nama Allah, karena itu aku serahkan diriku padamu. Jualah diriku, lalu
ambillah pembayaranya untuk keperluanmu!” Pengemis tersebut kemudian
pergi membawa Khidhir ke pasar dan menjualnya pada seseorang yang
bernama Sahim bin Arqam, lalu Sahim membawa Khidhir ke rumahnya.
Sahim memiliki taman di belakang rumahnya, dan di taman itu ada sebuah
bukit. Kemudian Sahim memberikan pahat pada Khidhir serta menyuruh
Khidhir agar membuat terowongan yang menembus bukit di taman tersebut.
Panjang terowongan itu kira-kira satu farsakh. Setelah membawa Khidhir ke
taman itu, Sahim pun pergi untuk melaksanakan aktifitas hariannya seperti
biasa, sementara Khidhir melaksanakan tugasnya membuat terowongan.
Ketika Sahim pulang dari aktifitasnya, ia bertanya pada keluarganya,
“Apakah kalian sudah memberi makan budak itu?” “Budak yang mana? Aku
tidak tahu kalau ada budak”, jawab keluarganya. Sahim pun segera
membawakan makanan untuk Khidhir. Ketika ia sampai di belakang rumah,
didapatinya pekerjaan yang dibebankan pada budaknya itu sudah selesai,
terowonganya pun sudah tembus. Melihat hal itu ia hampir pingsan, lalu
bertanya, “Beritahu aku! Siapakah engkau?” Khidhir menjawab, “Aku adalah
hamba Allah dan hambamu.” Sahim bertanya lagi, “Demi Allah, beritahulah
aku! Siapa sebenarnya kamu?” Mendengar itu, Khidhir pingsan untuk
beberapa saat. Ketika ia sadar, berkatalah ia pada Sahim, “Aku adalah
Hidhir.” Mendengar jawaban itu, kini Sahim yang tak sadarkan diri. Ketika
ia sudah sadar, ia pun bertaubat, memohon ampun kepada Allah dan berdo’a
“Wahai Tuhanku! Janganlah engkau menyiksaku disebabkan hal itu, karena
sesungguhnya aku tidak tahui bahwa ia adalah Nabi-Mu.” Khidlir pun
kemudian bersujud dan. Berdo’a, “Wahai Tuhan! Karena-Mu aku menjadi
hamba sahaya, dan karena-Mu pula kini aku bebas.” Khidhir kemudian
meminta izin untuk pulang kembali ke pinggir pantai. Ketika sampai di
pinggir pantai didapatinya seorang lelaki yang sedang berdo’a di pinggir
pantai, “Wahai Tuhan! bebaskanlah Khidhir dari kehambaannya dan
terimalah taubatnya.” Khidhir pun bertanya, “Siapakah kamu?” “Aku
Syadun,” jawabnya. “Aku Khidhir,” sahut Khidhir juga. Syadun berkata,
“Wahai Khidhir, kamu mencari dunia, lalu kamu mengambilnya sebagai
tempat tinggal, yakni Khidhir memiliki sebuah mushala di pinggir pantai,
apabila ia ada di daratan maka ia beribadah di mushalla itu. Ia pun menanam
pohon di tempat itu, kemudian ia beribadah di bawah bayang-bayang pohon
itu. Lalu ada suara gaib menyeru, “Wahai Khidhir! Ketika kamu sujud kamu
lebih cinta dunia daripada akhirat. Demi kebesaran dan kemuliaan-Ku, Aku
tidak meridhai orang yang mencintai harta dunia.” Khidhir kemudian berkata
pada Syadun, “Hai Syadun! Mohonlah kepada Allah agar Allah menerima
taubatku.” Syadun pun berdo’a, kemudian Allah menerima taubat Khidhir
melalui do’a Syadun.

4. MENANGIS KARENA TAKUT KEPADA ALLAH
Diceritakan dalam sebuah hadits bahwa seorang hamba datang pada hari
kiamat, lalu dihisab amal perbuatanya. Setelah dihitung ternyata amal
buruknya lebih berat daripada amal baiknya, lalu diperintahkan agar ia
dimasukkan ke neraka. Ketika ia akan dibawa ke dalam neraka, berkatalah
salah satu bulu matanya, “Wahai Tuhan! Sesungguhnya utusan-Mu,
Muhammad saw. pernah bersabda, ‘Barangsiapa menangis karena takut
kepada Allah, maka Allah akan menjaga mata tersebut dari jilatan api
neraka.’ Karena itu lepaskanlah aku dari matanya, kemudian perintahkanlah
ia masuk ke dalam neraka!” Allah pun berfirman, “Mengapa engkau tidak
meminta keseluruhan dirinya dari-Ku?” Bulu mata itu berkata, “Wahai
Tuhan! Sesungguhnya aku takut pada-Mu.” Lalu Allah berfirman, “Aku telah
memuliaka dia dikarenakan kamu, sekarang pergilah ke surga.

5. MENGUTAMAKAN IBADAH
Diceritakan bahwa ketika Hamid al-Lafaf ra. hendak pergi menunaikan
shalat Jum’at, sedangkan saat itu keledainya hilang, gandumnya masih ada di
penggilingan, dan sawahnya giliran diairi. Maka ia berfikir dalam hatinya,
‘Apabila aku pergi melaksanakan shalat Jum’at, maka pekerjaanku akan
terbengkelai, dan apabila merampungkan pekerjaanku maka aku akan
menyia-nyiakan hak-hak Tuhan.’ Akhirnya Hamid mengambil keputusan
bahwa akhirat lebih penting. Maka ia pun pergi menunaikan shalat Jum’at,
ketika ia pulang usai melaksanakan shalat jum'at, didapatinya sawahnya telah
terairi, keledainya telah kembali, dan istrinya telah membuat roti. Ia pun
bertanya pada istrinya mengenai hal itu. Istrinya menjelaskan, “Adapun
keledai, ketika aku mendengar ada yang mengetuk pintu, aku pun keluar,
ternyata di situ ada keledai yang berlari-lari karena dikejar srigala. Lalu aku
membukakan pintu kandangnya. Adapun sawah kita, ketika pemilik sawah
yang berdampingan dengan sawah kita hendak mengairi sawahnya, ia
tertidur, maka airnya meluap ke sawah kita. Sementara tepung gandum itu,
sesungguhnya tetangga kita juga memiliki gandum yang ada di penggilingan,
lalu ia datang ke penggilingan bermaksud untuk mengambil tepung
gandumnya, tetapi ia keliru ternyata yang diambil adalah karung gandum
kita. Maka ia pun memberitahukan dan membawakannya kesini.” Hamid
menengadahkan kepalanya ke langit dan berseru, “Wahai Tuhan! Aku telah
memenuhi satu hajat-Mu, tetapi engkau memenuhi tiga hajatku, maka segala
puji bagi-Mu.”

6. KEMULIAAN ORANG YANG BERTAUBAT
Pada zaman Bani Israil ada seseorang yang melakukan zina. Setelah
selesai berzina, ia pergi ke laut untak mandi. Setibanya di pantai, ia
berkeinginan bahwa sebelum mandi, ia akan melakukan zina terlebih dahulu.
Namun tiba-tiba air laut berkata padanya, “Wahai orang miskin! Perbuatan
zina ini lebih hina daripada batu, lalu bagaimana dibandingkan manusia?
Wahai orang miskin, apakah kamu tidak malu, belum juga kamu mandi dari
zina yang pertama kamu berharap akan berzina lagi terlebih dahulu?”
Mendengar itu, lelaki tersebut merasa takut, lalu ia masuk ke dalam perut
gunung dan menyesali apa yang telah dilakukanya, ia bertaubat dan
beribadah kepada Allah bersama yang lainnya. Pada suatu hari temantemanya
ingin pergi mengunjungi pantai tempat mandi lelaki tadi, tetapi
lelaki itu tidak mau ikut. Ia beralasan bahwa di tempat itu ada yang
mengetahui perbuatan dosanya, maka ia malu bila bertemu. Ketika temantemanya
sampai di tepi laut, berkatalah air laut, “Di mana teman kalian yang
satu?” Mereka menjawab, “Dia tidak datang bersama kami, karena malu
terhadap orang yang mengetahui dosanya.” Air laut berkata lagi, “Suruhlah
ia datang kemari dan beribadah disini!” Ketika mereka kembali, mereka
memberitahu si lelaki, kemudian lelaki itupun datang ke pantai tersebt dan
beribadah di sana sampai ajal menjemputnya, dan ia pun dimaamkan di
tempat itu. Beberapa lama setelah ia dimakamkan di tempat itu, tumbuhlah di
tempat itu tujuh pohon dalam satu lobang, yang belum pernah hal itu terjadi
sebelumnya.

7. KEISTIMEWAAN ASMA ALLAH
Ketika Nabi Nuh as. sedang naik perahu seusai banjir, perahunya
diombang-ambing oleh ombak dan air laut pun menjadi panas hingga
melelehkan ter pelapis dinding perahu, dan hampir-hampir perahu tersebut
pecah. Apabila pecah, maka air akan masuk kedalam perahu, dan perahu pun
akan tenggelam. Lalu Allah mengajari Nabi Nuh as. beberapa nama dari
nama Allah. Nabi Nuh as. pun berdo’a dengan nama itu, maka berkat nama
Allah ter pelapis dinding perahu tersebut mengeras lagi. Asma itu adalah:
Ahya syazahaya yang bahasa arabnya sama dengan Ya Hayyu (Wahai Dzat
Yang Maha Hidup), Yaa Qayyum (Wahai Dzat Yang Maha Kekal),
sebagaimana tertulis dalam Taurat. Maka selamatlah Nuh dari bahaya
tenggelam. Ketika Nabi Ibrahim as. akan dilemparkan ke dalam kobaran api,
Allah Swt. juga mengajarkan Asma tersebut, sehingga selamatlah Nabi
Ibrahim dari api Namrudz. Ketika Nabi Ibrahim mengungsikan Ismail dan
Ibunya ke Makkah, Ibrahim as. mengajarkan Asma tersebut pada Ismail.
Apabila Ismail mempunyai kebutuhan, maka ia berdo’a dengan Asma itu,
ketika ia dan Ibunya mengalami kehausan, ia pun berdo’a dengan Asma itu,
lalu Allah mengeluarkan mata air zam zam. Kemudian Asma itu turun
temurun berada di tangan keturunan Ismail dan para juru mudi sampai hari
kiamat.

8. KEMULYAAN SYAHID
Suatu ketika Harun al-Rasyid bertanya pada Muhammad al-Batthal (sang
pemberani) tentang keadilan yang menakjubkan di negeri Romawi.
Muhammad pun bercerita, “Pada suatu hari ketika dalam suasana hiruk
pikuknya kekacauan Romawi, saya berjalan seorang diri, mengenakan topi
baja sambil menundukkan wajah. Tiba-tiba saya mendengar derap suara kaki
kuda dari arah belakang, saya pun menoleh ternyata ada seorang penunggang
kuda yang menyandang pedang dan tombak mendekati saya dan
mengucapkan salam, saya pun menjawab salamnya. Orang itu bertanya
“Apakah anda mengenal seorang lelaki yang bernama al-Batthal?” Saya
menjawab, “Sayalah al-Batthal.” Kemudian ia turun dari kudanya dan
merangkul serta mencium kaki saya. Saya heran dan bertanya padanya,
“Mengapa engkau lakukan ini?” Ia menjawab, “Saya datang untuk melayani
engkau.” Saya pun berdo’a untuknya. Ketika kami dalam keadaan seperti itu,
tiba-tiba datanglah empat orang penunggang kuda, lelaki tadi berkata padaku,
“Izinkan aku pergi untuk menghadapi empat penunggang kuda tersebut!”
“Silakan, aku izinkan,” jawabku. Untuk beberapa waktu lelaki tadi bertarung
dengan keempat penunggang kuda tadi, dan akhirnya ia pun tewas sebagai
syahid. Kemudian keempat penunggang kuda itupun mendatangi dan
menangkap saya. Saya katakan pada mereka, “Jika kalian semua memang
jantan dan ingin bertarung denganku, berilah aku kesempatan untuk
menggunakan pedang dan kuda sahabatku!” “Ambillah jika kamu
menginginkanya,” jawab mereka. Saya pun mengambil pedang dan kuda
sahabatku. Saya berkata lagi, “Kalian beremapt sementara aku sendirian, ini
tidak adil, maka supaya adil, majulah salah satu di antara kalian!” Kemudian
salah satu di antara mereka maju, lalu bertarung denganku dan saya pun
berhasil membunuhnya. Kemudian maju yang kedua dan ketiga, dan kali ini
pun saya berhasil membunuhnya. Kemudian majulah yang keempat, lalu
kami bertarung beberapa lama hingga tombak saya juga tombaknya hancur.
Lalu kami pun turun dari kuda kami, saya segera mengambil pedang dan
perisai saya, begitu pula dia. Kami pun bertarung lagi sampai pedang dan
perisai kami hancur, namun tetap tidak ada yang menang. Lalu kami
bertarung dengan tangan kosong, saling memukul sampai matahari terbenam,
dan tetap tidak ada yang menang. Saya pun berseru, “Hai prajurit! Hari ini
aku telah kehabisan waktu shalat dalam agamaku.” “Aku pun sama,”
jawabnya. Ternyata dia seorang uskup. Saya katakana padanya, “Maukah
kamu hentikan pertarungan agar kita dapat menunaikan ibadah kita yang
telah lewat. Setelah itu kita beristirahat malam ini, dan besok pagi kita
lanjutkan pertarungan?” Dia pun setuju dengan permintaan saya, kemudian
saya pun mentauhidkan Allah dan mengqadha shalatku, dan dia juga
demikian. Ketika hendak tidur dia berkata, “Kalian bangsa Arab adalah
orang-orang yang licik, aku memiliki dua bel pada telingaku, gantungkanlah
salah satu bel ini pada telingamu, dan letakan kepalamu di dekatku, jika
kamu bergerak maka bel itu akan bersuara!” Aku pun bangun dan menyahut,
“Silakan lakukan!” Semalaman kami dalam keadaan demikian, ketika shubuh
tiba, saya pun shalat subuh. Setelah itu kami pun bertarung lagi, sampai
akhirnya saya berhasil duduk di atas dadanya, dan ketika saya hendak
menusuknya dengan pedang, dia berkata, “Ampunilah saya untuk kali ini!”
“Baiklah,” jawabku. Kami pun bertarung lagi sampai akhirnya ketika saya
terpeleset dia berhasil menduduki dada saya dan hendak menghunjamkan
pedangnya padaku, saya pun berkata, “Aku telah mengampunimu satu kali,
apakah kamu tidak mau mengampuniku?” “Baiklah” jawabnya. Kami pun
bertarung kembali untuk yang ketiga kalinya, dan kali ini dada saya serasa
pecah sampai akhirnya ia berhasil menguasaiku dan duduk di atas dadaku.
Maka saya berkata, “Masing-masing kita telah menang satu kali, kali ini
kamu unggul.” Maka dia pun melepaskan saya. Lalu kami bertarung lagi
untuk yang keempat kalinya, tiba-tiba dia berkata, “Sekarang aku tahu
mengapa kamu dijuluki al-Batthal (sang pemberani), aku akan membunuhmu
agar Romawi tenang dari ancamanmu.” Aku menyahut, “Tidak demikian jika
Tuhanku menghendaki!” “Kalau begitu mintalah pada Tuhanmu agar
menghalangiku membunuhmu serta mengangkat pisau ini dari lehermu!”
Tiba-tiba sahabat saya yang tadi telah terbunuh itu bangkit, ia mengangkat
pedang dan menebaskanya ke leher uskup tadi. Lalu sahabatku membaca
ayat al-Quran yang artinya: “Dan jangan kamu menyangka bahwa orang
yang terbunuh karena menegakkan agama Allah itu telah mati, akan tetapi
mereka itu hidup di sisi Allah.”

9. KEUTAMAAN PUASA TANGGAL 10 DZUL HIJJAH
Abi Yusuf Ya’kub bin Yusuf bercerita, “Dahulu aku memiliki seorang
kawan yang takwa dan wara’, hanya saja dia memperlihatkan dirinya di
hadapan manusia sebagai orang fasik dan penuh dosa. Ia mengenakan
pakaian seperti pakaianya orang fasiq. Dia berthawaf di ka’bah bersamaku
sejak sepuluh tahun, ia berpuasa seperti puasanya Nabi Daud as., yakni
sehari puasa sehari tidak, sedang aku berpuasa terus-menerus. Suatu ketika
dia berkata padaku, “Kamu tidak akan mendapat pahala puasamu hari ini
karena kamu telah membiasakan berpuasa terus-menerus.” Ketika itu ia
sedang melaksanakan puasa tanggal sepuluh Dzulhijjah, dan pada saat itu dia
tinggal di dalam hutan. Kemudian suatu ketika dia dan aku memasuki kota
Thurthus dan tinggal di sana untuk beberapa saat. Beberapa lama kemudian
ia meninggal dunia. Sementara tempat tinggal kami adalah desa yang sepi
hingga tidak ada seorang pun pada saat itu. Lalu aku pun keluar dari desa itu
untuk mencari kafan dan perlengkapan lainya. Ketika aku sampai di
keramaian, ternyata semua orang sedang membicarakan kematiannya.
Mereka pun mendatangi dan menyalati jenazahnya. Mereka berkata, “Telah
meninggal dunia seseorang zahid, ahli ibadah, dan salah seorang wali Allah.”
Aku pun kemudian membeli kafan dan wewangian. Ketika aku kembali ke
tempat semula, aku tidak dapat sampai pada jenazahnya karena begitu
banyaknya orang yang melayat. Aku pun bergumam, “Maha Suci Allah,
siapakah orang yang memberitahukan kematian orang ini sehingga orangorang
datang melayat, menyalati, dan menangisi kepergiannya?” Setelah
berusaha dengan susah payah, akhirnya aku sampai pada tempat jenazah
sahabatku itu, dan mendapati sebuah kafan yang tiada duanya. Pada kain
kafan itu tertulis, “Ini adalah balasan bagi orang yang mengutamakan
keridhaan Allah daripada kesenangan dirinya sendiri, dan senang berjumpa
dengan-Ku, maka Aku pun senang berjumpa dengannya.” Lalu kami
menyalati dan menguburkanya di pemakaman orang Islam. Malam harinya,
karena sangat lelah, rasa kantuk menyerangku kemudian aku tertidur. Dalam
tidur aku bermimpi melihat dia naik kuda berwarna hijau, mengenakan
pakaian berwarna hijau, dan membawa bendera berwarna hijau pula. Di
belakangnya tampak ada seorang pemuda tampan lagi harum, di belakang
pemuda tadi ada dua orang kakek, di belakang kakek ada seorang pemuda
dan seorang kakek lagi. Aku bertanya padanya, “Siapakah mereka yang
mengiringimu?” Dia menjelaskan, “Seorang pemuda adalah Nabi kita,
Muhammad saw., dua orang kakek itu adalah Abu Bakar dan Umar,
sedangkan yang di belakangnya lagi adalah Utsman dan Ali, dan aku adalah
pembawa bendera mereka.” Aku bertanya, “Akan kemana mereka?”
Jawabnya, “Mereka akan menziarahiku.” Aku bertanya lagi, “Karena apa
kamu meraih kemuliaan seperti ini?” Dia menjawab, “Disebabkan aku lebih
mengutamakan keridhaan Allah daripada kesenanganku yakni melaksanakan
puasa pada tanggal sepuluh Dzulhijjah.” Kemudian aku terbangun, dan
semenjak itu aku tidak pernah meninggalkan puasa tanggal sepuluh Dzul
Hijjah.

10. KEUTAMAAN BASMALAH
Diceritakan bahwasanya Abu Muslim al-Khaulany mempunyai seorang
jariyah (budak wanita) yang tidak disukainya. Budak wanita itu memberi
minuman yang sudah dibubuhi racun, lalu diberikan pada Abu Muslim. Akan
tetapi racun itu tidak berpengaruh sama sekali pada Abu Muslim. Setelah
sekian lama budak itu berusaha membunuh Abu Muslim dengan cara
meracuninya dan selama itu pula usahanya tidak berhasil, maka ia berkata
padaAbu Muslim, “Sesungguhnya aku telah beberapa lama memberi racun
dalam minumanmu, tetapi tidak berpengaruh padamu sama sekali.” Abu
Muslim bertanya, “Mengapa kamu melakukan itu?” Budaknya menjawab,
“Karena kamu sudah tua dan aku tidak suka.” Abu Muslim menjelaskan,
“(Racun itutidak membahayakan diriku) karena setiap kali akan makan dan
minum aku selalu membaca Basmalah.” Setelah menjelaskan Abi Muslim
lalu memerdekan budak wanita itu.

11. KEUTAMAAN BULAN RAJAB
Diceritakan bahwa Imam Muqatil pernah berkata, “Di balik gunung
Qof terdapat sebuah dataran putih berkilap seperti perak yang luasnya tujuh
kali luas dunia. Dataran tersebut di penuhi Malaikat, sehingga dikarenakan
sangat banyaknya malaikat, seandainya sebuah jarum jatuh di dataran itu,
maka akan menimpa Malaikat tersebut. Masing-masing malaikat memegang
sebuah bendera yang bertuliskan, Laa ilaaha illallaah Muhamadur
Rasuulullah. Setiap malam pada bulan Rajab mereka berkumpul di gunung
tersebut, mereka beribadah dan memohonkan keselamatan untuk ummat
Muhammad, mereka berdo’a, “Wahai Tuhan! Kasihanilah ummat
Muhammad, jangan Engkau siksa mereka!” Mereka terus-menerus memohon
dan menangis. Allah pun berfirman pada mereka, “Apa yang kalian
inginkan?” “Kami mohon, ampunilah ummat Muhammad?” jawab mereka,
Allah pun mengabulkan permohonan mereka dengan berfirman, “Aku telah
mengampuni mereka.”

12. KISAH RABI’AH AL-ADAWIYAH
Diceritakan bahwa ada seorang pencuri memasuki rumah Rabi’ah Al-
Adawiyah saat dia sedang tidur. Pencuri itu mengumpulkan barang-barang
yang ada di dalam rumah dan hendak membawanya kabur. Ketika dia sudah
bersiap untuk keluar, tiba-tiba pintu dimana ia tadi masuk hilang tidak
kelihatan. Si pencuri pun duduk sambil menunggu pintu itu tampak kembali.
Tiba-tiba terdengar ada suara berseru, “Letakkan pakaian-pakaian itu, lalu
keluarlah dari pintu.” Si pencuri pun meletakkan pakaian curian tadi, lalu
tampaklah pintu keluar. Ketika melihat pintu itu ia bergegas mengambil
pakain curian tadi dan hendak keluar, tetapi seketika pintu keluar hilang lagi.
Setiap kali dia berusaha membawa pakaian curian itu, maka saat itu pula
pintu keluar hilang. Suara itupun kembali berseru, “Walaupun Rabi’ah
sedang tertidur pulas, tetapi Kekasihnya tidak tidur dan tidak ngantuk.”
Mendengar suara itu si pencuri segera meletakkan barang-barang curiannya,
lalu ia keluar melalui pintu.

13. BERKAH MEMPELAJARI HUKUM SYARA’
Suatu ketika sekelompok orang mendatangi Ali bin Abi Thalib dengan
membawa seorang budak yang telah mencuri. Ali ra. pun bertanya, “Apakah
kamu telah mencuri, “Ya,” jawab si budak. Ali ra. mengulangi pertanyaanya
sampai tiga kali, si budak pun menjawab dengan jawaban yang sama. Ali pun
memerintahkan untuk memotong tangan si budak. Setelah dipotong,
kemudian si budak mengambil potongan tangannya, lalu ia pergi. Di
perjalanan ia bertemu dengan Salman al-Farisi, Salman pun bertanya, “Siapa
orang yang memotong tanganmu?” Si budak menjawab, “Orang yang telah
memotong tanganku adalah ‘tangan agama’, kepercayaan Rasul, suami al-
Bathul, putera paman Nabi saw., yaitu Ali ra., pemimpin orang yang
beriman.” Salman berkata, “Orang itu telah memotong tanganmu, tapi kamu
masih memujinya?” “Ya, dengan satu tangan dia telah menyelamatkan aku
dari siksa yang pedih.” Kemudian Salman menceritakan hal itu kepada Ali,
maka Ali pun memanggil si budak tersebut, lalu meletakkan potongan tangan
pada tempatnya dan menutupinya dengan selembar kain. Kemudian berdo’a
kepada Allah, dan serta merta tangan budak itu sembuh dan bersambung
kembali seperti sediakala.

14. SALAH TANYA DAN JAWABAN YANG BAIK
Suatu ketika kaisar Romawi mengirim surat kepada Ibnu Abbas. Isi surat
itu adalah, “Apakah pantas tuan rumah mengusir tamu dari rumahnya?”
Yang dimaksud adalah diusirnya Adam dan Hawa dari surga. Ibnu Abbas ra.
pun menjawab, “Sesungguhnya Tuan rumah tidak mengusir mereka, tetapi
Dia hanya berkata, “Tanggalkanlah pakaianmu dan pergilah buang hajat!
Seperti halnya seorang tamu tatkala melepas pakainya dan pergi ke tempat
yang sunyi untuk buang hajat (dunia), kemudian kembali lagi ke tempat
perjamuan (akhirat).”

15. MENGGANTUNGKAN HARAPAN HANYA PADA ALLAH
Pada zaman Bani Israil ada dua orang bersaudara, yang satu mukmin
(muslim) dan yang satunya lagi kafir, keduanya bekerja sebagai nelayan.
Sebelum melempar jaringnya si kafir bersujud dahulu kepada berhala, setelah
itu baru melemparnya ke laut. Sebentar kemudian, jaring-jaring itu pun
penuh dengan ikan, bahkan hampir-hampir ia tidak kuat mengangkatnya.
Sementara si mukmin juga melemparkan jaringnya, ketika jaring diangkat ia
hanya mendapatkan seekor ikan, akan tetapi ia tetap memuji, bersyukur dan
bersabar kepada takdir Allah. Suatu hari istri si mukmin naik ke atas loteng,
tiba-tiba ia melihat istri saudara suaminya yang kafir tadi mengenakan
perhiasan yang indah, maka hatinya digoda dan dikuasai syetan. Berkatalah
istri si kafir, “Bilang pada suamimu agar menyembah tuhan suamiku, supaya
kamu bisa mengenakan perhiasan yang indah seperti aku!” Lalu istri si
mukmin turun dalam keadaan gundah. Kemudian suaminya datang, dan ia
mendapati istrinya dalam keadaan berubah raut wajahnya, lalu ia bertanya,
“Apa yang telah terjadi padamu?” Istrinya menjawab, “Pilih salah satu,
engkau ceraikan aku, atau sembahlah tuhan yang disembah saudaramu!” Si
suami menjawab kaget, “Maasyaa Allah! Apakah kamu tidak takut kepada
Allah, apakah kamu akan kufur setelah beriman?” Istrinya menyahut,
“Jangan terlalu banyak menasehatiku! Tidakkah kamu lihat, aku tidak
memiliki apa-apa, sementara orang lain menggunakan perhiasan yang
mahal.” Ketika si mukmin melihat kesungguhan istrinya, ia pun berkata,
“Janganlah kamu mengeluh! Insya Allah besok aku akan bekerja pada
seseorang yang setiap hari akan menggajiku dua dirham. Lalu aku akan
memberikanya padamu, supaya kamu bisa berhias diri.” Si istri pun setuju.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia sudah pergi ke tempat berkumpul para
pekerja dan duduk di antara mereka, tetapi sampai sore hari tidak ada seorang
pun yang menyewanya. Ketika ia putus harapan dari orang yang
mempekerjakanya, maka ia berjalan menuju pantai dan beribadah sampai
malam, kemudian ia pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, istrinya
bertanya, “Dari mana saja kamu?” Suaminya, “Aku dari seorang majikan, dia
berjanji untuk mempekerjakanku selama tiga hari.” Istrinya bertanya lagi,
“Berapa gaji yang diberikan padamu?” Suaminya menjawab, “Majikanku itu
dermawan, hartanya tak terhitung, hanya saja dia berjanji kalau aku mau
bekerja padanya tiga puluh satu hari maka ia akan memberikan apa yang aku
inginkan.” Istrinya menerima. Kemudian setiap hari si suami tadi mendatangi
pantai dan beribadah di sana, sampai pada hari yang ketiga puluh istrinya
berkata, “Jika sampai besok kamu tidak mendapatkan apa-apa, maka
ceraikan aku!” Esok paginya sang suami pergi lagi karena takut ancaman
istrinya. Lalu ia bertemu seorang Yahudi dan bertanya, “Apakah kamu mau
bekerja?” “Ya,” jawabnya. Yahudi mensyaratkan agar orang tadi tidak
makan ketika bekerja padanya. Maka ia pun berpuasa pada hari itu.
Kemudian Allah memberikan wahyu pada Jibril agar Jibril membawa baki
cahaya yang berisi dua puluh sembilan dirham untuk diberikan pada istri
orang yang beriman tadi, “Berikanlah uang ini dan berkatalah padanya
bahwa engkau adalah pesuruh raja, dan raja berpesan padamu, ‘Selama ini
suamimu bekerja pada-Ku dan Aku tidak pernah meninggalkanya sampai
suamimu meninggalkan Aku, dan bekerja pada orang Yahudi. Jadi
pengurangan ini adalah sanksi karena suamimu telah mengikuti si Yahudi.
Andaikan suamimu tetap bekerja pada-Ku niscaya Aku akan menambahnya.”
Kemudian perempuan tersebut mengambil satu butir dinar dan pergi kepasar,
ia pun menukarkan dinar tersebut dengan seribu dirham karena pada mata
uang tersebut terdapat tulisan: Laa ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariika
lah. Ketika sang suami pulang ke rumahnya, berkatalah istrinya, “Dari mana
saja kamu?” “Aku bekerja pada seorang Yahudi,” jawab suaminya. Si istri
berkata lagi, “Hai orang miskin! Bagaimana bisa kamu meninggalkan
pelayanan terhadap majikan (raja) yang dermawan, lalu berpindah melayani
yang lain?” Sang istri pun menceritakan semua kejadianya, sehingga
menangislah ia sampai pingsan. Ketika tersadar ia berkata pada istrinya,
“Aku telah melayani si Yahudi dan melupakan hak-hak Sang Majikan yang
Dermawan.” Lalu ia menceraikan istrinya dan pergi ke puncak gunung untuk
beribadah di sana sampai mati.

16. KEUTAMAAN HARI ASYURA’
Pada suatu hari, tepatnya hari Asyura’ datanglah seorang pengemis faqir
kepada Qadhi (hakim), lalu berkata, “Semoga Allah memuliakanmu, aku
adalah orang miskin dan memiliki keluarga. Aku datang kepadamu karena
mengharap belas kasih. Demi kemuliaan hari ini, berilah aku sepuluh kati
roti, sepuluh kati daging, dan uang dua dirham agar aku bisa mengenyangkan
keluarga dan anak-anakku untuk hari ini. Semoga Allah membalas
kebaikanmu!” Sang Qadhi berjanji akan memberinya nanti pada waktu
Zhuhur. Ketika tiba waktu Zhuhur, pengemis tadi mendatangi rumah Qadhi
lagi sesuai apa yang dijanjikan. Maka Qadhi menjanjikan lagi pada pengemis
agar datang lagi setelah Ashar. Ketika Ashar tiba, pengemis mendatangi
rumah Qadhi lagi, sementara anak-anaknya di rumah kesakitan menahan rasa
lapar. Akan tetapi kali ini pun Qadhi kembali memberi janji pada si pengemis
agar datang lagi pada waktu magrib. Ketika waktu magrib tiba, datanglah si
pengemis pada Qadhi, tetapi Qadhi tidak menepati janjinya, dia malah
berkata, “Aku tidak memiliki sesuatu pun untuk aku berikan padamu.”
Kemudian si pengemis pulang dengan hati yang hancur, ia menangis karena
menghawatirkan anak-anaknya, bagaimana ia harus menjawab pertanyaan
mereka. Dia pun berjalan sambil terus menangis, ternyata ada seorang
Nasrani yang memperhatikanya. Bertanyalah si Nasrani, “Kenapa engkau
menangis?” “Jangan tanya keadaanku,” jawab pengemis. “Demi Tuhan! Aku
mohon padamu, beritahukan padaku apa yang terjadi padamu?” Maka si
pengemis tadi menceritakan kisahnya. Lalu si Nasrani bertanya, “Hari ini
hari apa menurut agamamu?” “Ini adalah hari Asyura”, jawab pengemis
sambil dia juga menjelaskan beberapa keberkahan hari Asyura. Mendengar
penjelasan si pengemis, maka luluhlah hati si Nasrani tadi, kemudian ia
memberi pengemis tadi melebihi apa yang dimintanya pada Qadhi, katanya,
“Ambillah ini untukmu! Dan aku akan menanggung keluargamu setiap
bulan, demi memuliakan hari ini, hari yang diagungkan Allah.” Setelah itu,
pulanglah si pengemis ke rumah menemui anak dan keluarganya dengan hati
yang riang gembira. Melihat ayah mereka pulang, bergembiralah anakanaknya.
Lalu si pengemis berdo’a, “Ya Allah, berilah kebahagian dengan
segera kepada orang yang telah memberi kebahagiaan pada kami!” Malam
hari ketika Qadhi sedang tidur, dia mendengar suara yang ditujukan
kepadanya, “Angkat kepalamu!” Maka dia pun mengangkat kepalanya, lalu
dia melihat dua buah bangunan yang megah yang terbuat dari emas dan
perak. Qadhi bertanya, “Tuhan, untuk siapakah bangunan ini?” Maka
dijawab, “Bangunan itu adalah untukmu, apabila kamu memenuhi keinginan
pengemis tadi; tetapi karena kamu menyia-nyiakanya, maka bangunan itu
menjadi miliknya orang Nasrani.” Tiba-tiba Qadhi bangun dengan guratan
kekecewaan di wajahnya, lalu ia mengunjungi orang Nasrani tadi dan
bertanya, “Kebaikan apa yang telah kamu lakukan tadi malam?” “Mengapa
kamu bertanya begitu?” si Nasrani balik bertanya. Qadhi pun menceritakan
tentang mimpinya, lalu ia berkata pada si Nasrani, “Juallah padaku kebaikan
yang kamu lakukan tadi malam dengan harga seratus ribu dirham!” Si
Nasrani menyahut, “Aku tidak akan menjualnya walaupun dunia ini di
penuhi emas. Akan tetapi saksikanlah! Mulai saat ini aku bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.” Allah
telah menutup akhir hidupnya dengan kebaikan dan mematikannya dalam
keadaan meyakini kalimah syahadah. Semoga Allah merahmati kehidupannya
dan menjadikan surga sebagai tempat tinggalnya.

17. MELATIH JIWA
Ibrahim bin Adham ra. bercerita, “Suatu hari aku berangkat untuk
menunaikan ibadah haji ke Masjidil Haram. Di tengah perjalanan tiba-tiba
cuaca dingin menyerang, maka aku pun masuk ke dalam sebuah gua untuk
berlindung. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba ada seekor harimau masuk.
Ketika harimau itu melihatku, ia berbicara, “Siapa yang menyuruhmu masuk
ke tempatku tanpa izin?” Ibrahim bin Adham menjawab, “Aku adalah
seorang pengembara, aku datang kepadamu sebagai tamu malam ini, maka
berpalinglah dariku!” Harimau tadi lalu tidur di sisiku. Semalaman pula aku
membaca al-Quran, ketika aku hendak pergi, berkatalah harimau tadi, “Hai
Ibrahim, jauhilah sifat Ujub! Dalam hati kamu berkata, ‘Aku pernah tidur
dengan seekor macan selama tiga hari dan aku selamat.’ Demi Allah
sesungguhnya sudah tiga hari aku belum makan, andaikan kamu datang
bukan sebagai tamu, tentu aku telah memakanmu.” Aku pun bersyukur, lalu
aku pergi. Ketika aku telah menyelesaikan ibadah hajiku dan pulang ke
tempat peribadatanku, seketika nafsuku menginginkan buah delima, padahal
sejak sepuluh tahun lamanya keinginan itu kutahan. Pada suatu malam
nafsuku berbisik, “Apabila kamu tidak mau menuruti keinginanku, maka aku
akan malas beribadah.” Aaku pun menjawab, “Wahai nafsu! Kuatkanlah
dirimu, apabila nanti memasuki kota maka aku akan memenuhi keinginanmu.”
Maka terdoronglah aku untuk pergi menuju suatu daerah yang di sana
ada sebuah pohon. Aku pun mendekati pohon itu, ternyata itu adalah pohon
delima dan buahnya banyak. Maka aku memetik satu buah, lalu kumakan,
ternyata rasanya pahit. Aku petik satu lagi, ternyata juga pahit. Entah sampai
berapa butir yang aku makan, namun semua rasanya pahit. Sementara
nafsuku berkata, “Aku menginginkan delima yang manis.” Kemudian aku
pergi menuju keramaian orang, dan bertemu seseorang di kebunnya. Lalu
aku minta padanya sebutir delima, diapun memberiku satu butir, ternyata
rasanya juga pahit. Aku pun menceritakan kisahku padanya, lalu dia berkata,
“Wahai Ibrahim, sebenarnya nafsu itu menuruti apa kehendakmu, demi Allah
aku berada di kebun ini selama empat puluh tahun dan tak satupun buahnya
kecuali manis rasanya.” Mendengar ucapanya aku pun merasa aneh.
Kemudian aku meneruskan perjalananku, lalu bertemu dengan seorang
pemuda yang mendapatkan cobaan dari Allah, pemuda tersebut dikerubuti
kumbang, tubuhnya penuh dengan ulat kecil, sementara dia berkata, “Al
hamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberiku kesembuhan dari
sakit yang diderita kebanyakan manusia.” Kagetlah aku mendengar
ucapanya, dia menerima cobaan seperti itu tetapi masih sanggup memuji
Allah, aku pun bertanya padanya, “Hai anak muda, cobaan apakah yang lebih
berat dari hal ini?” Dia memandang ke arahku dan berkata, “Wahai Ibrahim!
Gigitan kumbang pada seluruh tubuh itu lebih baik dari pada menuruti
keinginan syahwat memakan delima, akan tetapi Tuhan tahu bahwa
sebenarnya kau adalah orang yang berusaha menolak keinginan itu maka
sesuatu yang manis dijadikan pahit bagi kamu.” Setelah itu aku jatuh
pingsan. Ketika aku tersadar, aku berkata padanya, “Anak muda! Dengan
derajat yang tinggi ini, mengapa kamu tidak mohon kepada Allah untuk
menyembuhkanmu?” Anak muda berkata, “Hai Ibrahim! Allah adalah Dzat
Yang Maha Mengatur, Dia memutuskan dan melakukan sesuatu sesuai
kehendak-Nya. Banyak sekali orang yang bersabar terhadap cobaan Allah
dan ridha kepada Qadha Allah. Demi Allah wahai Ibrahim, andaikan Allah
mencincangku sepotong demi sepotong, niscaya hal itu tidak akan
memberikan tambahan padaku kecuali rasa cinta kepada-Nya.” Akhirnya
aku pun meninggalkan pemuda itu dengan perasaan kagum akan keadannya.

18. PENGALAMAN KEKASIH ALLAH YANG MENAKJUBKAN
Ibrahim al-Khawas berkata bahwa sebagian orang terkemuka pernah
bertanya padaku tentang pengalamanku yang paling menakjubkan, maka aku
pun bercerita: “Aku pernah berdiri di halaman rumahku di pinggir pantai
berbulan-bulan lamanya sambil membuat keranjang, lalu melemparnya ke
laut. Pada suatu hari terbetik dalam fikiranku, ke mana keranjang-keranjang
itu akan pergi? Lalu aku berusaha mencegatnya di pinggir sungai beberapa
saat. Tiba-tiba aku bertemu nenek-nenek sedang menangis, lalu kutanya,
“Kenapa engkau menangis?” Dia menjawab, “Aku memiliki lima anak
perempuan yang ayahnya sudah meninggal, sementara aku sendiri adalah
orang fakir. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, maka aku datang ke
sungai ini, lalu aku mendapati keranjang dan mengambilnya, kemudian saya
pulang untuk menjual keranjang tersebut. Hasil penjualan itu kemudian saya
belikan makanan, dan itulah pekerjaanku untuk mendapatkan makanan. Pada
hari ini saya datang intuk itu, namun kali ini saya tidak mendapati keranjang
keranjang tersebut, padahal anak-anakku sedang menanti.” Mendengar
ceritanya aku menangis dan berkata, “Tuhan, seandainya aku tahu bahwa dia
memiliki lima anak, tentu aku akan menambah keranjang-keranjang itu.”
Lalu aku bilang padanya, “Jangan bersedih, aku adalah orang yang membuat
keranjang-keranjang itu.” Aku pun mengantarnya pulang. Kemudian aku
kembali ke hutan sambil memikirkan ciptaan Allah. Karena lelah, aku
tertidur di bawah pohon, tiba-tiba datanglah makhluq halus dan berkata,
“Bangunlah dan pergilah dari sini! “Sebentar! Aku mau istirahat,” jawabku.
Makhluq itu berkata lagi, “Hai Khawas! Di belakangmu ada anak kecil yang
sedang kelaparan bagaimana kamu bisa tidur?” Mendengar suara itu aku
sadar bahwa ia memberi nasehat, sehingga hilanglah rasa kantukku. Suara itu
berkata lagi, “Hai Ibrahim! Aku memiliki makanan yang halal dan haram,
yang halal adalah delima yang tumbuh di gunung ini, sedang yang haram
adalah dua ekor ikan yang aku ambil dari dua orang pemancing, karena salah
satu dari keduanya mengkhianati sahabatnya. Ambillah yang halal dan
tinggalkan yang haram!” Maka aku pun mengambil delima, lalu aku kembali
ke tempat nenek-nenek tadi dan mencarinya pagi sore, sampai suatu hari
ketika aku sedang berada di masjid bersama jamamah, tiba tiba ada suara
teriakan. Lalu aku keluar dari masjid yang terletak di depan pasar dan
berfikir bahwa sebentar kemudian aku akan kembali lagi. Akan tetapi hati
kecilku menolaknya, lalu aku pun memasuki pasar itu. Ketika aku masuk,
tiba-tiba aku bertemu anjing yang menggonggong padaku, maka aku kembali
ke masjid dan berfikir beberapa saat, aku pun kembali ketempat semula,
ketika aku melihat anjing itu, ia menggerak gerakkan ekornya, lalu dia
mengajakku mendekati sebuah pintu rumah. Ternyata pemilik rumah itu
adalah seorang pemuda yang tampan lagi ramah, dia keluar menemuiku dan
berkata, “Jangan heran terhadap gonggonganya, karena ia mengajari adab
bagi yang memahaminya, pemuda tadi bercerita panjang lebar sampai
selesai, lalu katanya, “Berjanjilah padaku bahwa kamu tidak akan
mengulangi apa yang pernah kamu lakukan.” Ibrahim pun lalu memecahkan
semua kendi-kendinya dan bertaubat dengan sebaik-nbaiknya. Dan ia berjanji
tidak akan lagi bergantung kepada selain Allah, tidak akan berhenti berdzikir
kepada Allah, dan tak akan lali beribadah kepada-Nya sampai ajal
menjemputnya. Kemudian berjumpa dengan Allah Rabbul ‘alamin sebagai
salah satu dari para wali Allah yang taat dan ikhlas. Semoga Allah meridhai
mereka semuanya.

19. TIPU MUSLIHAT FASIQ
Pada zaman Bani Israil ada seseorang ‘abid (ahli ibadah) yang tinggal di
tempat sepi, dan setiap pagi dan sore kepala desa mendatanginya. Banyaklah
orang yang iri dengki terhadapnya, sehingga pada suatu hari mereka
menyuruh seorang wanita cantik yang tiada duanya pada masa itu agar
mendatangi si ‘abid pada malam hari. Maka pada suatu malam wanita tadi
mendatangi si ahli ibadah lalu berteriak sekeras kerasnya, “Wahai orang yang
beribadah menyendiri! Demi Tuhan Yang Esa dan Maha Pemberi! Demi
Musa bin Imron dan Muhammad yang akan di utus di akhir zaman! Aku
mohon padamu, selamatkan aku malam ini dari kejahatan syetan! Malam
semakin gelap, perkampungan jauh, dan aku takut pada pencuri yang akan
datang.” Maka si Abid pun membukakan pintu. Ketika wanita tadi sudah
berada dalam mushalla, maka ia melepaskan pakaianya di hadapan ahli
ibadah tadi, dia berdiri dalam keadaan telanjang memperlihatkan lekuk
tubuhnya pada si ‘abid. Sementara si ‘abid memejamkan matanya dan,
berusaha menahan nafsunya sambil berkata, “Hai wanita, apakah kamu tidak
malu pada Dzat yang melihatmu dan mengetahui kamu lahir dan batin?”
Wanita tadi menjawab, “Jangan banyak bicara, ayo bersenang-senanglah
denganku, aku adalah orang yang cantik dan bermartabat.” Si ‘abid berkata,
“Celakalah kamu! Apakah kamu bisa bertahan mengenakan baju timah panas
dan api yang menyala dan menghilangkan ibadah yang telah aku lakukan
selama ini? Apakah kamu tidak takut dengan sengatan api neraka yang tak
pernah padam dan siksa yang tak pernah sirna?” Wanita tadi terus berusaha
merayu lagi. Namun si ‘abid berkata lagi, “Aku akan memperlihatkan api
yang kecil padamu.” Lalu si ‘abid mengisi lentera dengan minyak dan
memasang sumbunya, sementara wanita tadi melihatnya. Setelah selesai, lalu
si ‘abid meletakkan ibu jarinya di atas lentera dan seketika terbakarlah ibu
jarinya, lalu merambat ke jari telunjuknya dan dia tidak bergeming sedikit
pun sampai api melahap telapak tanganya. Maka dia berkata, “Ini adalah api
dunia, lalu bagaimana api akhirat?” Mendengar kata-kata si ‘abid, wanita tadi
menjerit dengan keras hingga tersungkur dan mati seketika. Menyaksikan hal
itu si ‘abid menjadi bingung, lalu ia menutupi tubuh wanita itu, dan dia pun
melanjutkan shalatnya. Kemudian Iblis menyebarkan berita, bahwa
sesungguhnya si fFulan yang ahli ibadah itu telah berzina dengan seorang
wanita di mushallanya, lalu membunuhnya.” Berita itu pun sampai ke telinga
kepala desa, maka sebelum tiba waktu subuh ia sudah mendatangi ahli
ibadah tadi dan bertanya, “Di mana wanita itu?” “Ini, dia ada di sini” jawab
si ‘abid. “Katakan padanya supaya ia keluar!” kata kepala desa. “Dia sudah
mati,” jawab si ‘abid. Sang kepala desa pun berkesimpulan bahwa berita
yang tersiar itu benar, lalu dia berkata, “Hai ahli ibadah! Kamu telah merusak
nilai ibadahmu. Apakah kamu tidak takut pada dzat yang mengetahui yang
nyata dan yang gaib? Bagaimana bisa kamu berani membunuh hamba-Nya,
apakah kamu tidak takut kejadian ini dan akibatnya?” Si ‘abid tadi bingung,
tidak tahu harus menjawab apa. Lalu kepala desa itu memerintahkan untuk
menghancurkan mushallanya, merantai si ‘abid, dan menyeretnya ke tempat
penyiksaan, sementara wanita yang mati juga dibawa di atas papan. Lalu
kepala desa memerintahkan agar si ‘abid tadi digergaji sebagaimana
kebiasaan hukuman bagi pelaku zina di daerah itu. Dan tidak ada seorang
yang berani menolong dan mencegah terja.dinya hukuman pada si ‘abid.
Ketika algojo meletakkan gergaji di atas kepala si ‘abid, spontan ia merintih
dengan lisan dan hatinya, “Wahai Dzat yang mengetahui segala rahasia!”
Tiba-tiba ia mendengar suara berkata, “Berhentilah merintih! Semua yang
ada di langit menangisimu, dan aku mengetahui semua yang engkau lakukan.
Jika kamu merintih sekali lagi maka langit akan bergetar.” Lalu Allah Swt.
dengan qudrat-Nya menghidupkan kembali wanita tadi, lalu ia berdiri,
sementara semua orang melihatnya. Dia berkata, “Demi Allah ! dia adalah
orang yang di fitnah, dia sama sekali tidak pernah berzina denganku. Demi
Allah, sampai saat ini aku masih perawan. Kemudian wanita tadi
menceritakan kejadian yang sebenarnya, mulai dari ketika si ‘abid membakar
tanganya sampai seterusnya. Maka mereka pun mengeluarkan tangan si ‘abid
dan ternyata persis seperti yang dikatakan wanita tadi. Kepala desa pun
menyesali apa yang telah ia lakukan pada si ‘abid, ia berkata “ini adalah tipu
daya yang menyesatkan!” Kemudian si ‘abid tadi menjerit sekuatnya dan ia
pun mati seketika, lalu penduduk desa menguburkanya dengan wanita tadi
setelah dia mati lagi. Tiada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah.

20. MENGALAHKAN DIRI SENDIRI KARENA MENCARI RIDHA ALLAH
Diceritakan bahwa ada seorang fakir yang tinggal bersama istri dan
anak-anaknya dan sudah tiga hari lamanya mereka semua belum makan.
Berkatalah sang istri, “Suamiku! Apakah kamu tidak melihat wajah mereka
telah pucat menguning, jantung mereka hancur karena menahan lapar, dan
mereka semua tidak memiliki kesabaran dan kekuatan seperti kita!” Sang
suami menjawab, “Demi Tuhan, aku telah berputar-putar mencari orang yang
mau mempekerjakan aku dengan sedikit upah sekedar untuk membeli.
makanan, tetapi tidak ada seorangpun yang mempekerjakan aku, dan
sesungguhnya hatiku juga pedih melihat mereka.” Si istri berkata, “Ambilah
kerudungku ini dan juallah! Lalu uangnya belikan makanan untuk anakanak
kita.” Maka si suami pun menjual kerudung itu seharga dua dirham,
kemudian pergi untuk membeli makanan, tetapi di perjalanan ia bertemu
seseorang dan berkata, “Karena ridha dan cinta Allah serta Rasul-Nya
muliakanlah aku, wahai orang, yang mau menghutangi! Demi Allah aku
tidak memiliki sesuatu pun, berilah kami derma!” Si suami berkata pada
orang itu, “Ambillah dua dirham ini karena ridla Allah dan cinta Rasul-Nya.”
setelah memberikan dirham tadi, sadarlah ia bahwa uang itu milik istrinya,
maka ia malu apabila pulang tidak membawa makanan, juga khawatir
istrinya akan memarahinya. Lalu ia pergi kemasjid untuk menunaikan shalat,
setelah shalat ia memikirkan apa yang telah ia lakukan. Ketika malam
menjelang ia pulang menemui istri dan anak-anaknya, sementara janjinya
sudah lewat. Si istri bertanya, “Apa yang telah engkau lakukan dengan
kerudungku, kamu telah meninggalkan anak-anakmu dalam keadaan lapar.”
Lalu si suami bercerita tentang apa yang terjadi dan tentang uang yang
diberikannya pada pengemis. Si istri berkata, “Kalau memang kamu
melakukanya karena Allah, maka Allah adalah Dzat Yang Maha Kaya dan
Maha Menepati janji, jadi apa yang kamu lakukan adalah yang terbaik.
“Sekarang juallah barang ini semuanya dan uangnya nanti belikan makanan,”
lanjut istrinya. Kemudian si suami pun pergi, lama ia berputar-putar
menawarkan barangnya, namun tak seorang pun yang membelinya. Dia
sudah merasa lelah dan letih, kemudian ia bermaksud untuk pulang, namun
tiba-tiba ia melihat tukang mancing yang membawa seekor ikan sambil
menjajakanya. Si suami berkata pada tukang mincing, “Hai kawan, ambillah
barangku ini dan berikanlah ikanmu yang tidak laku itu padaku!” Si tukang
mancing pun setuju, lalu ia memberikan ikannya. Kemudian si suami
membawa pulang ikan itu dan diberikan pada istrinya. Ketika si istri
melihatnya, bersinarlah raut wajahnya karena bahagia, ia pun segera
membelah ikan itu. Ketika dibelahnya, ia menemukan sebuah benda berharga
di dalam perut ikan itu yang ia sendiri tidak tahu. Lalu suaminya mengambil
benda tersebut dan membawanya pada seorang pedagang. Lalu si pedagang
berkata, “Ini bukan sembarang batu, tetapi ini adalah mutiara yang sangat
mahal, tiada bandingannya dan tak ternilai harganya. Lalu pedagang tersebut
pun membeli dengan harga yang sangat tinggi sekitar empat belas ribu
dirham. Si suami pun pulang sambil membawa uang basil penjualan itu, dan
mereka semua larut dalam kebahagian dan hilanglah kesedihan dari mereka.
Ketika mereka sedang bergembira tiba-tiba datanglah pengemis mengetuk
pintu dan berkata, “Wahai ahli Allah, berilah aku seperti yang diberikan
Allah pada kalian!” Lalu si suami pun segera keluar dan berkata, “Kami
semua mengambil separuh, dan kamu sendirian separuhnya lagi, bagaimana?
Apakah kamu setuju? Kalau kurang, aku akan menambahnya.” “Aku setuju,”
jawab pengemis. Lalu ia pun pergi untuk mencari tukang angkut, akan tetapi
lama pengemis yang di tunggu-tunggu itu tidak kembali sampai si suami pun
tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi bertemu pengemis tadi lalu ia bertanya,
mengapa ia tidak kembali. Si pengemis menjawab, “Wahai hamba Allah!
Aku bukanlah pengemis, tetapi aku adalah malaikat yang diutus Allah untuk
melihat kesabaranmu terhadap pemberian Allah. Aku memberimu kabar
gembira, bahwa dua dirham yang kau dermakan telah diterima oleh Allah,
dan Allah telah memberi ganti berupa mutiara serta mempersiapkan suatu
kenikmatan yang tak pernah terlihat mata, terdengar oleh telinga, dan tak
pernah terbetik dalam hati kelak di akhirat. Karena kamu telah beramal
dengan ikhlas karena Allah, dan Allah tidak pernah menyia-nyiakan orang
yang beramal karena-Nya. Allah berfirman dalam salah satu kitabnya
“Andaikan aku tidak memberi kekuasaan tiga perkara pada tiga perkara yang
lain niscaya urusan dunia tidak akan tertata rapi. Aku berikan kesabaran pada
orang yang mendapat cobaan; andaikan tidak ada kesabaran maka orang
tersebut akan mati karena mengeluh. Aku berikan bau busuk pada orang
mati; andaikan orang mati tidak bau maka tidak akan dikubur selamanya.
Dan Aku berikan rusak pada gandum; andaikan gandum tidak bisa busuk
maka para penguasa akan menimbunya seperti halnya emas dan perak. Aku
adalah Dzat Yang Maka Berkehendak, Yang Maha Dermawan lagi Berkuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar