Kamis, 01 Juli 2010

KEAJAIBAN IMAN 3

1. BERBAKTI PADA KEDUA ORANG TUA, DAN
TERCELANYA SIKAP UJUB (BANGGA DIRI)
Suatu hari ketika Nabi Daud as. sedang membaca kitab Taurat, tiba-tiba
bergetarlah hatinya dan berkata dalam hatinya, “Tak ada seorang pun di
dunia ini yang lebih taat daripada aku.” Lalu Allah menurunkan wahyu,
“Naiklah ke suatu bukit, disana kamu akan bertemu dengan seorang petani
yang telah menyembahku selama tujuh ratus tahun dan memohon ampun
padaku atas dosa yang dilakukannya, padahal menurut-Ku itu bukanlah dosa.
Dosa tersebut yaitu: Suatu hari ia naik ke loteng, sedang ketika itu ibunya
berada di bawah. Ketika sedang berjalan tiba-tiba debu dari langkah-langkah
kakinya jatuh dan mengenai ibunya. Sesungguhnya petani itu lebih taat
padaku dari pada engkau, datanglah padanya, dan berilah ia kabar gembira
bahwa Aku telah mengampuninya!” Maka berangkatlah Nabi Daud as. ke
bukit tersebut. Ketika telah sampai di sana, ia dapati petani tersebut ternyata
orang yang sangat kurus karena terlalu banyak beribadah. Nabi Daud as. tiba
saat petani itu sedang takbiratul ihram dalam shalat. Setelah petani itu selesai
shalat, Nabi Daud as. mengucapkan salam, dan ia pun menjawab salam Nabi
Daud, lalu bertanya, “Siapakah engkau?” “Saya Daud”, jawab Nabi Daud as..
Petani tersebut berkata, “Seandainya aku tahu bahwa engkau adalah Daud,
maka aku tidak akan menjawab salammu, karena kesalahan yang telah
engkau lakukan. Engkau malah menyempatkan datang ke bukit ini tanpa
memohon ampun dahulu kepada Allah atas kesalahanmu. Demi Allah, suatu
hari aku berjalan di atas loteng, kemudian jatuhlah butiran debu mengenai
ibuku, dan aku tidak tahu apakah ibuku marah atau tidak, kemudian aku
beribadah pada Allah selama tujuh ratus tahun dan memohon ampun pada
Allah karena aku menyangka bahwa ibuku marah padaku atas perbuatanku
agar aku mendapat ridha Allah dan ridha ibuku. Selama itu pula aku tidak
menyempatkan makan dan minum karena takut akan azab Allah. Sekarang
pergilah karena kamu telah mengganggu ibadahku!” Maka Nabi Daud as.
menjelaskan, “Sesungguhnya Allah mengutus aku kemari untuk memberi
kabar gembira padamu bahwa Allah telah mengampuni dosamu, dan ketika
ibumu meninggal dunia ia telah meridhaimu, dan tidak marah padamu.
Sesungguhnya ia tidak berada di bawah loteng saat kamu berada di atasnya,
dan debu itu juga tidak mengenainya.” Setelah mendengar penjelasan
tersebut, berkatalah petani, “Ya Allah! setelah kejadian ini aku sudah tidak
menyukai hidup di dunia lagi.” Lalu ia bersujud dan berdoa, “Ya Allah,
cabutlah nyawaku sekarang juga!” Selesai berdoa demikian, seketikan itu
juga ia meninggal dunia.

2. AKIBAT MENENTANG ORANG TUA
Atha bin Yasar bercerita, “Ada sekelompok orang yang sedang
bepergian dan singgah di sebuah hutan. Tiba-tiba mereka mendengar
ringkikan himar yang terus-menerus yang menyebabkan mereka tidak bisa
tidur. Lalu mereka mencari asal suara itu dan mereka menemukan sebuah
rumah yang sepi. Di dalam rumah itu tinggalah nenek-nenek seorang diri.
Lalu mereka bertanya pada si nenek, “Kami telah mendengar suara ringkikan
himar sehingga kami tidak bisa tidur, padahal kami tidak melihat himar di
sini.” Si nenek menjawab, “Itu adalah suara anakku. Dia selalu
memanggailku hai himar, hai khimar, pergilah! Dan seterusnya.” Lalu aku
berdoa kepada Allah agar ia dijadikan himar. Karena itulah, setiap malam ia
meringkik sampai pagi menjelang.” Setelah itu, mereka pun pergi dan
mereka menemukan anak si nenek itu berada di pekuburan, dan ternya kepala
si anak itu berwujud kepala khimar. Tiada daya dan upaya melainkan
dengan izin Allah Yang Maha Agung.

3. QANA’AH (APA ADANYA)
Pada zaman Bani Israil, ada seorang ahli ibadah yang mengalami
kesulitan ekonomi, keluarlah ia menuju tanah lapang beribadah pada Allah,
lalu meminta pada Allah agar diberi rizki, suatu hari ada suara gaib yang
memanggilnya, “Wahai Abid ulurkanlah tanganmu dan ambillah ini!” Orang
tersebut pun mengulurkan tangannya ke atas. Ketika ia mengulurkan
tangannya ke atas ia mendapati dua buah mutiara yang bersinar laksana
bintang. Lalu ia pulang dengan membawa dua mutiara tersebut. Ia berkata
pada istrinya, “Kita telah terbebas dari kemiskinan.” Pada suatu malam ia
bermimpi melihat dirinya tinggal di surga. Ia melihat sebuah rumah susun,
dan dikatakan padanya bahwa itu adalah miliknya. Lalu ia melihat-lihat di
dalamnya terdapat dua tempat tidur yang saling berhadapan. Satu terbuat dari
emas merah, satunya lagi dari perak. Atapnya terbuat dari permata lu`lu`.
Dikatakan padanya lagi, “Ini adalah tempatmu dan yang itu adalah milik
istrimu.” Lalu melihat ke atas, dan ternyata didapatinya atap rumah susun
tersebut mempunyai lubang kira-kira sebesar dua permata. Ia bertanya, “Apa
yang terjadi dengan lubang itu?” Dijawab, “Dulunya itu tidak berlubang,
hanya saja kamu memintanya untuk kamu gunakan di dunia, dan lubang itu
adalah tempat mutiara yang telah kamu gunakan di dunia.” Tiba-tiba ia
terbangun dari tidurnya dan menangis, lalu ia ceritakan mimpi itu pada
istrinya. Sang istri berkata, “Berdo’alah kepada Allah agar Dia
mengembalikan mutiara itu pada tempatnya.” Maka ia pun pergi ke tanah
lapang lagi sambil membawa dua mutiara tersebut, lalu berdo’a memohon
kepada Allah agar Allah mengembalika mutiara itu ke tempatnya. Lama ia
melakukan hal itu, sampai akhirnya mutiara tersebut diambil dari tangannya
dan dikatakan padanya, “Aku akan mengembalikan mutiara ini ke
tempatnya.” Wallahu a’lam.

4. DUNIA BUKAN SESUATU YANG SEMPURNA
Pada suatu hari Yazid bin Walid berkata pada teman-temanya, “Tidak
mungkin seseorang itu sehari penuh tidak mengalami kesusahan dan sesuatu
yang tidak disukai, namun aku ingin menjadikan satu hari bagiku yang di
dalamnya aku tidak akan merasakan kesusahan dan sesuatu yang tidak aku
sukai.” Lalu Yazid menyiapkan tempat bermain musik, tempat tersebut diberi
wewangian yang harum seperti yang dilakukan para raja. Yazid memiliki
seorang jariah (sahaya wanita) yang paling ia cintai, namanya Hanana, yang
parasnya paling cantik dan suaranya paling merdu. Lalu ia tempatkan Hanana
di belakangnya di balik tirai dan ia tempatkan kawan-kawan minumnya di
hadapanya. sesekali ia melihat ke arah jariahnya dan bermain-main
dengannya, dan pada kali yang lain ia mengarahkan perhatian pada kawan
minumnya. Beberapa lama ia tetap demikian bergembira sampai menjelang
ashar. Kemudian kawan minumnya memberinya buah delima, ia pun
membelah buah delima tersebut, mengambil isinya dan diletakkan pada
telapak tangannya agar jariahnya bisa mengambil. Lalu jariahnya pun
mengambil beberapa butir delima, tiba-tiba delima yang dimakan jariahnya
tersangkut di tenggorokan, sehingga matilah jariah itu seketika. Atas
kematian jariahnya itu, Yazid mengalami kesusahan yang tiada tara, ia
berkabung selama empat hari, dan akhirnya mati saat sedang melakukan
kemaksiatan. Na’udzu billahi min dzalik.

5. SEBAGIAN KEISTIMEWAAN NABI SAW.
Anas bin Malik ra. bercerita, “Pada suatu hari Nabi Muhammad saw.
mendatangi rumah Fathimah r.ha. Fathimah pun mengadukan rasa lapar yang
dialaminya, “Ayahku! Sudah tiga hari aku tidak merasakan makanan.” Lalu
Nabi membuka penutup perut beliau, ternyata di perut beliau ada batu yang
diikatkan untuk menahan lapar. Beliaupun bersabda, “Wahai Fathimah!
Kalau kamu belum makan selama tiga hari, ayahmu ini sudah empat hari
belum makan!” Lalu Nabi saw. keluar dari rumah Fathimah sambil berkata,
“Kasihan Hasan dan Husain kelaparan.” Nabi pun terus berjalan sampai
akhirnya beliau sampai di sebuah gang kecil di kota Madinah, lalu beliau
bertemu dengan orang A’rabi, sedang orang A’rabi itu tidak tahu bahwa itu
adalah Nabi. Nabi saw. pan berkata, “Wahai A’rabi! Apakah kamu perlu
tenaga untuk membantumu?” “Ya”, jawab A’rabi. “Apa yang harus
kubantu?” tanya Nabi saw. lagi. “Mengambilkan air dari sumur,” jawab
A’rabi, dan segera ia memberikan timbanya kepada Nabi saw.. Maka Nabi
saw. pun menimba air untuk A’rabi. Setelah selesai, orang A’rabi itu
memberi Nabi saw. tiga butir kurma sebagai upah. Nabi saw. pun memakan
kurma tersebut. Sudah delapan kali Nabi saw. menimba air, ketika beliau
hendak menimba yang kesembilan kalinya, tiba-tiba timbanya terlepas, maka
beliau pun berdiri diam kebingungan. A’rabi itu marah-marah sambil
menghampiri Nabi saw. dan serta merta ia menampar muka Nabi. Lalu ia
memberi delapan belas butir kurma pada Nabi saw., dan beliau pun
menerimanya. Lalu dengan hanya menggunakan tangan, Nabi saw.
mengambil timba dari dalam sumur dan melemparkanya ke arah orang
A’rabi, lalu beliau pergi meninggalkan A’rabi tersebut. Untuk beberapa saat
orang A’rabi itu berpikir dan ia berkata pada dirinya sendiri, “Ini adalah
benar-benar seorang Nabi.” Kemudian ia mengambil golok dan segera
memotong tangan kanannya yang tadi telah digunakan menampar Nabi saw.,
lalu ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Beberapa saat kemudian, lewatlah
serombangan orang, lalu mereka menyiramkan air ke tubuh A’rabi, maka
A’rabi itu sadar (siuman). Lalu ditanya, “Apa yang terjadi padamu?” A’rabi
menjawab, “Aku telah menampar wajah seseorang, aku tidak menyangka
orang tersebut adalah Muhammad saw., aku takut terkena siksa, maka aku
memotong tangan yang aku gunakan menamparnya,” Lalu dengan tangan
kirinya A’rabi tadi mengambil potongan tangannya, dan ia pun menunju
Masjid Nabawi dan berkata, “Wahai para Sahabat Muhammad, di mana
Muhammad?” Di dalam. Masjid itu ada Abu Bakar, Umar dan Usman.
Mereka balik bertanya, “Ada apa engkau menanyakanya?” “Aku ada
kepentingan dengan beliau,” jawab A’rabi. Lalu Selman Al-Farisy
mendatangi A’rabi tadi dan mengajaknya ke rumah Fathimah, sementara
Nabi sediri seusai menerima kurma dari A’rabi tadi beliau langsung menuju
rumah Fathimah, beliau kemudian memangku Hasan di sebelah kanan dan
Husain di sebelah kiri. Nabi menyuapi Hasan dan Husain dengan kurma yang
beliau dapat dari A’rabi, lalu A’rabi pun memanggil Nabi saw., “Hai
Muhammad!” Nabi berkata pada Fathimah, “Lihatlah siapa yang datang?”
Fathimah lalu melihat dari pintu, dan didapatinya ada seorang A’rabi di luar,
dia masih memegangi potongan tanganya yang masih meneteskan darah
segar. Fathimah kembali lagi pada Nabi dan menceritakan apa yang dia lihat.
Nabi saw. pun keluar. Ketika beliau telah keluar, maka berkatalah A’rabi,
“Hai Muhammad, maafkanlah aku karena sesungguhnya aku tidak
mengenalimu.” Lalu Nabi saw. bertanya, “Mengapa kamu memotong
tanganmu?” A’rabi menjawab, “Tidak pantas bagiku membiarkan tangan
yang telah menampar wajahmu.” Nabi berkata lagi, “Masuklah Islam, maka
kamu akan selamat!” A’rabi berkata lagi, “Wahai Muhammad, kalau kamu
memang seorang Nabi, maka kembalikanlah tanganku seperti semula!” Lalu
Nabi mengambil tangan tersebut dan meletakkan pada tempatnya semula,
melekatkanya, mengusapnya, meludahinya dengan menyebut asma Allah,
maka bersambunglah kembali tangan A’rabi tadi dengan izin Allah. Lalu
orang A’rabi pun masuk Islam. Segala puji hanya bagi Allah.

6. MENGAMBIL HAK ORANG LAIN
Abu Yazid al-Busthami bercerita, bahwasanya ia telah beribadah kepada
Allah selama bertahun-tahun, namun ia tidak dapat merasakan kelezatan
ibadah. Kemudian ia mendatangi ibunya dan berkata, “Ibu, sesungguhnya
selama ini aku tidak dapat merasakan nikmat dan manisnya ketaatan dan juga
ibadah, karena itu ingat-ingatlah apakah ibu memakan sesuatu yang haram
ketika mengandung atau menyusuiku?” Lama sang ibu berfikir, lalu berkata,
“Anakku, ketika dulu aku mengandungmu aku naik ke sebuah loteng, lalu
aku menemukan sesuatu yang di dalamnya ada keju, aku pun tertarik,
sehingga aku mengambil dan memakannya kira-kira sebesar jari dengan
tanpa izin pemiliknya.” Abu Yazid al-Busthami berkata, “Itulah yang
menyebabkanya. Sekarang saya mohon Ibu mendatangi pemiliknya dan
meminta kerelaannya.” Sang ibu pun berangkat menernui pemilik keju
tersebut, meminta kerelaanya dan si pemilik pun berkata, “Keju tersebut
telah aku halalkan untukmu”, si Ibu menceritakan hal tersebut pada anaknya
dan semenjak itulah Abu Yazid al-Busthami dapat merasakan manisnya
ibadah.

7. MENJAGA DIRI DARI HARAM (WARA')
Abu Hanifah adalah salah seorang Imam madzhab. Dulu ia pernah
menjalin kerjasama perdagangan dengan seseorang dari kota Basrah. Abu
Hanifah mengirimkan kepada orang Basrah itu tujuh puluh pakaian sutera
disertai catatan bahwa salah satu dari pakaian tersebut ada yang rusak (cela),
jadi apabila kamu menjualnya, tunjukanlah celanya. Orang itu pun
menjualnya dengan harga tiga puluh ribu dirham, lalu kembali pada Abu
Hanifah untuk menyetorkan uangnya. Bertanya Abu Hanifah, “Apakah kamu
sudah menjelaskan cela pakaian itu?” Temannya menjawab, “Saya lupa
imam.” Kemudian Abu Hanifah menyedekahkan semua hasilnya karena
menghindari bercampurnya barang haram.

8. ISTIMEWANYA PUNYA KETURUNAN
Diceritakan bahwa ada seorang hakim yang meninggal dunia, sedang
istrinya dalam keadaan hamil. Kemudian ia melahirkan seorang anak lakilaki.
Setelah besar, ibunya mengirim ia ke tempat pendidikan. Oleh gurunya
ia diajari menyebut nama Allah, dengan sebab itu Allah menghilangkan siksa
ayahnya. Allah berfirman, “Wahai Jibril! Tidak pantas bagi-Ku memberikan
siksaan pada orang tuanya, sedangkan anaknya selalu berdzikir pada-Ku,
karena itu pergilah kamu kepada ayahnya dan berilah ia kenikmatan di alam
kuburnya!” Maka Jibril pun mendatangi ayah anak itu dan memberinya
kenikmatan. Semoga Allah Swt. merahmatinya.

9. MENGGUNAKAN ILMU UNTUK SESUATU YANG
BERMANFAAT DAN INDAHNYA DIPLOMASI
Ketika Hatim al-Asham datang ke kota Bagdad, maka disampaikan
padanya bahwa di kota ini ada seorang Yahudi yang mampu mengalahkan
para ulama. “Aku akan berbicara dengannya”, sahut Hatim. Ketika Hatim
sampai di tempat orang Yahudi tersebut, bertanyalah si Yahudi, “Apakah
sesuatu yang tidak diketahui Allah? Apakah sesuatu yang tidak terdapat pada
Allah? Apakah sesuatu yang tidak ada dalam gudang Allah? Apakah sesuatu
yang diinginkan Allah dari hamba-Nya? Apakah sesuatu yang diikatkan oleh
Allah? dan Apakah sesuatu yang dilepas oleh Allah?” Hatim berkata, “Jika
aku bisa menjawab pertanyaanmu apkah kamu mau mengakui Islam?” “Ya,
jawabnya. Lalu Hatim, “Yang tidak diketahui Allah adalah sekutu-Nya atau
anak-Nya, karena Allah tidak memiliki sekutu dan anak. Yang tidak ada pada
diri Allah adalah kezhaliman, karena Allah tidak berbuat zhalim sedikit pun
pada manusia. Yang tidak ada di dalam gudang Allah adalah kefaqiran,
karena Allah Dzat Yang Maha Kaya, sedangkan kamu sekalian adalah yang
orang-orang yang faqir (yang butuh kepada Allah). Yang diharapkan Allah
dari hamba-Nya adalah meminjami-Nya, sesuai ayat “Barang siapa memberi
pinjaman kepada Allah dengan pnjaman yang baik.....”, Yang diikatkan oleh
Allah adalah tali bagi orang-orang kafir, dan yang dilepaskan oleh Allah juga
tali tersebut untuk orang-orang yang dicintai-Nya.” Setelah mendengar
penjelasan Hatim, maka orang Yahudi tadi masuk Islam dengan izin Allah
Swt..

10. BERFIKIR TENTANG KEADAAN AKHIRAT
Suatu hari Abu Yazid al-Busthami keluar sedang di wajahnya tampak
bekas-bekas bahwa ia habis menangis. Lalu ditanyakan padanya mengapa
terjadi demikian? Maka ia menjawab, “Telah sampai berita padaku bahwa
seseorang itu akan datang pada hari kiamat bersama dengan musuhnya, lalu
musuhnya meminta keadilan kepada Tuhan, “Tuhan! Dulu aku adalah
penjual daging, lalu orang ini mendatangiku dan memesan daging,
meletakkan tanganya di atas daging sampai tanganya membekas pada
daging, akan tetapi ia tidak jadi membelinya. Sekarang aku memohon
keadilan-Mu, Tuhan! Lalu Allah memerintah agar nilai kebaikan orang
tersebut diberikan pada penjual daging, dan diperintahkanlah penjual daging
tersebut untuk masuk ke surga. Selanjutnya datang dan datang lagi orangorang
yang mendakwa orang tersebut sampai akhirnya habislah pahala amal
kebaikannya, lalu ia diperintahkanlah masuk kedalam neraka. “Aku sendiri
tidak tahu bagaimana keadaanku pada hari itu,” kata Abu Yazid.

11. TIDAK MAU MEMAKAN YANG SYUBHAT
Ketika Ibrahim bin Adham berada di kota Makkah, ia membeli korma
dari seorang lelaki tua. Tiba-tiba ia melihat dua buah korma jatuh ke tanah di
antara kedua kakinya. Ia mengira kalau korma itu adalah bagian dari korma
yang telah ia beli, lalu ia mengambil korma itu dan memakannya. Setelah itu
ia pergi menuju Baitul Maqdis Palestina, lalu masuk dan menyendiri dalam
kubah yang terbuat dari batu. Ternyata di dalam kubah tersebut ada tulisan
peringatan, bahwa siapa saja yang ada di dalamnya bila menjelang ashar
harus keluar karena akan digunakan malaikat pada malam harinya, Maka
pada sore hari semua orang yang ada di dalamnya disuruh keluar, kecuali
Ibrahim bin Adham, ia bersembunyi di sana. Kemudian para malaikat masuk
dan berkatalah mereka, “Di sini ada seorang manusia.” “Dia Ibrahim bin
Adham, ahli ibadah dari Khurasan”, kata salah satunya.” “Dia orang yang
setiap hari amalnya naik ke atas dan selalu diterima,” kata malaikat yang lain
menambahi. Salah satu malaikat memjawab, “Ya, hanya saja sejak setahun
ini amalnya digantungkan, do’anya tidak dikabulkan karena ia memakan dua
butir korma yang ia temukan di tanah.” Lalu para malaikat itu pun beribadah
sampai fajar menyingsing. Penjaga kubah pun kembali dan membuka pintu
kubah tersebut, maka Ibrahim bin Adham keluar dan segera menuju kota
Makkah untuk mendatangi toko korma tersebut, ternyata di sana ia melihat
seorang pemuda yang menjual korma. Berkatalah ia pada pemuda itu,
“Setahun yang lalu, yang jualan di sini adalah seorang lelaki tua.” Lalu
pemuda itu menjelaskan bahwa lelaki tua itu adalah bapaknya dan sekarang
sudah meninggal dunia. Kemudian Ibrahim bin Adham pun menceritakan
kisahnya pada pemuda itu. Si pemuda itu berkata padanya, “Korma yang dari
bagianku itu telah aku halalkan untukmu, tetapi aku masih punya saudara
perempuan dan seorang Ibu.” “Di manakah mereka?” tanya Ibrahim.
“Mereka ada di rumah,” jawab si pemuda. Ibrahim bin Adham pun segera
mendatangi rumah pemuda tersebut, lalu mengetuk pintunya. Kemudian ia
menceritakan kisahnya juga maksud kedatangannya, yakni untuk meminta
kehalalan korma yang telah terlanjur dimakanya. Mereka pun memberikan
kehalalan korma tersebut. Setelah itu, Ibrahim pun berangkat menuju Baitul
Maqdis Palestina, dan seperti sebelumnya, ia pun masuk kubah dan
bersembunyi di dalamnya. Lalu para Malaikat masuk, dan satu sama lainnya
saling berbincang, “Di sini ada Ibrahim bin Adham, dulu selama setahun
amal dan do’anya tidak diterima, tetapi setelah ia menyelesaikan urusanya,
meminta kehalalan dua korma tersebut, maka amal dan do’anya sekarang
sudah diterima kembali. Allah Swt. telah mengembalikan ia pada derajatnya
semula.” Mendengar hal itu, Ibrahim bin Adham menangis karena bahagia,
dan sejak itu ia hanya makan seminggu sekali dengan makanan yang benarbenar
halal.

12. AKIBAT MENGIKUTI HAWA NAFSU DAN SYETAN
Pada zaman Bani Israil ada seorang ‘abid (ahli ibadah) yang masyhur,
namanya Barshisha. Ia senantiasa berada di tempat ibadahnya dan banyak
waktunya untuk beribadah. Diceritakan bahwa raja negeri tempat ia tinggal
mempunyai seorang anak perempuan. Sang raja merasa khawatir kalau
sampai ada lelaki yang menyentuh (mengganggu) puterinya, oleh karena itu
ia menitipkan puterinya kepada Barshisha di tempat peribadatannya agar
tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaannya. Untuk beberapa
lama puteri raja pun tinggal bersama Barshisha sampai ia tumbuh dewasa.
Pada suatu hari datanglah Iblis la’natullah ‘alaih dalam rupa seorang kakek
untuk menggoda Barshisha menggauli puteri raja tersebut. Barshisha pun
tertipu oleh bujuk rayu Iblis, lalu ia menggauli sang putri hingga akhirnya
sang puteri hamil. Ketika kehamilan sang puteri telah nampak, Iblis datang
dan berkata, “Kamu adalah seorang ahli ibadah, jika sang puteri melahirkan,
perbuatan zinamu pasti akan ketahuan, sehingga kamu akan dipermalukan di
antara manusia. Oleh karena itu, bunuhlah ia sebelum melahirkan, dan
katakan pada ayahnya bahwa ia telah mati, pasti ia akan percaya padamu.
Lalu kuburkanlah, niscaya tidak akan ada seorang pun yang tahu bahwa
kamu telah membunuhnya!” Maka Barshisha pun membunuh sang puteri,
lalu memberitahukan pada ayahnya, dan ayahnya pun mengizinkan untuk
menguburnya, maka ia pun menguburnya. Kemudian datanglah Iblis pada
sang raja menyerupai seorang ‘alim, lalu ia ceritakan kisah perbuatan
Barshisha terhadap puterinya. Iblis berkata, “Galilah kuburnya dan bedahlah
perutnya, jika dalam perutnya ada bayi, maka saya benar, jika tidak, maka
bunuhlah saya!” Maka sang raja pun datang ke tempat Barshisha, lalu
menggaili kubur puterinya, dan segera membedah perutnya. Ternyata
didapati dalam perutnya ada seorang bayi sebagaimana yang diceritakan iblis
tadi. Sang raja pun segera menyeret Barshisha ke atas untanya lalu membawa
ia ke negaranya, lalu menyalibnya. Dalam keadaan demikian, datanglah Iblis
dan berkata, “Atas perintah aku kamu telah berzina, dan atas perintahku juga
kamu telah membunuh, jadi sekarang berimanlah kepadaku, niscaya aku
akan menyelamatkanmu dari siksaan raja!” Karena memang sudah nasibnya
ia orang yang celaka, maka ia pun beriman kepada Iblis. Dan seketika itu
juga iblis pun menjauh darinya. Barshisha bertanya “Mengapa kamu tidak
menyelamatkan aku?” Iblis menjawab, “Aku takut kepada Allah Rabbul
‘alamin.” Selanjutnya Iblis pun pergi meninggalkan Barshisha.
Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha
Tinggi lagi Maha Agung.

13. MANUSIA PILIHAN ALLAH
Dikisahkan bahwa suatu hari Dzun Nun al-Mishri rahimahullah
memasuki Masjidil Haram, lalu ia melihat seorang lelaki terlentang di bawah
salah satu tiang masjid dalam keadaan telanjang sambil berdzikir kepada
Allah dengan hati yang sedih. Aku pun mendekati orang itu dan mengucapkan
salam padanya lalu kutanyam, “Siapakah engkau?” Dia menjawab, “Aku
seorang pengembara.” Aku bertanya lagi, “Siapa namamu?” Dia menjawab.
“Aku adalah orang yang dicari oleh seseorang yang aku lari darinya.” Aku
bertanya, “Apa maksud perkataanmu ini?” Ia menjawab dengan menangis,
sehingga aku pun ikut menangus karena tangisanya. Ia terus menangis hingga
akhirnya ia meninggal dunia saat itu juga. Aku gunakan kainku untuk
menutupinya, lalu aku pergi unruk mencari kain kafan. Ketika aku kembali,
ternyata ia sudah tidak ada. Aku pun berkata, “Subhaanallaah, siapa orang
yang telah mendahuluiku?” Selang beberapa hari sejak kejadian itu, tiba-tiba
ada suara gaib yang berkata, “Wahai Dzun Nun! Orang ini adalah orang
dicari syetan di dunia, tetapi syetan tidak menemukanya; ia orang yang dicari
Malaikat penjaga neraka, tetapi malaikat penjaga neraka pun tidak
menemukanya; ia orang yang dicari malaikat Ridwan penjaga surga, tetapi
Ridwan pun tidak menemukanya.” Aku bertanya, “Lalu berada di mana ia
sekarang?” “Ia sekarang berada di samping raja yang Maha Kuasa”, jawab
suara tersebut.
Oleh karena itu, dikatan bahwa dalam beribadah manusia itu terbagi
tiga tingkatan: Ruhbaniy, Hayawaniy, dan Rabbaniy. Ruhbani adalah orang
yang beribadah kepada Allah karena takut, Hayawaniy adalah orang yang
beribadah kepada Allah karena mengharapkan Rahmat dan ampunan Allah,
sedangkan Rabbaniy adalah orang yang beribadah kepada Allah, sedangkan
ia tidak mengenal dunia, tidak mengenal akhirat, tidak mengenal neraka,
tidak mengenal surga, juga tidak mengenal jiwa dan raga. Pada hari kiamat,
ketika dibangkitkan dari kubur maka dikatakan kepada golongan pertama,
“Kamu telah selamat dari api neraka.” Kepada golongan kedua dikatakan,
“Masuklah kamu ke surga!” Kepada golongan ketiga dikatakan, “Ini adalah
yang kamu sukai, yang kamu cari, dan yang kamu inginkan. Demi
kemulyaan dan keagungan-Ku, tidaklah Aku ciptakan surga kecuali untuk
orang sepertimu.”

14. MEMBERI NASEHAT DENGAN BIJAK
Dahulu ada seorang raja kafir, ia mempunyai seorang wazir (menteri)
yang saleh. Sang wazir selalu mencari kesempatan untuk menasehati raja.
Pada suatu malam raja mengajak sang wazirnya berkeliling melihat keadaan
rakyatnya, lalu keduanya berkeliling dengan naik kuda. Lalu keduanya tiba
di sebuah tempat yang menyerupai bukit kecil. Di tempat itu ada cahaya api,
mereka pun lalu mendatanginya, ternyata di situ ada sebuah rumah yang di
dalamnya terdengar suara nyanyian sambil diiringi alat musik. Raja dan
wazir juga melihat di dalam rumah itu ada seorang lelaki yang berpakaian
lusuh sambil bersandar pada tumpukan kotoran ternak, sedang di hadapannya
ada kendi berisi minuman. Dan di hadapannya pula ada istrinya yang
melayaninya layaknya seseorang yang melayani raja, dan sebaliknya ia pun
memberi penghormatan kepada istrinya layaknya seseorang memberi
penghormatan kepada seorang ratu. Berkatalah sang raja, “Mungkin mereka
melakukan hal itu tiap malam.” Saat itulah sang wazir berkesempatan untuk
menasehatinya, lalu sang wazir berkata pada raja,“Tuan raja! Saya takut anda
akan tertipu seperti mereka berdua.” Sang raja bertanya, “Bagaimana bisa
begitu?” Wazir menjawab, “Tuan raja! Sesungguhnya kerajaanmu dalam
pandangan orang yang mengetahui kerajaan Malakut (kerajaan Allah)
bagaikan sampah ini dalam pandangan tuan, demikian juga sofa-sofa dan
istana-istana tuan. Sesungguhnya jasad dan pakaian tuan bagi orang yang
memahami arti kebersihan itu laksana kedua orang itu dalam pandangan
tuan.” Raja bertanya, “Siapakah orang yang memiliki sifat yang engkau
katakan tadi?” Wazir menjawab “Mereka adalah orang memiliki keyakinan
bahwa ada tempat yang di situ hanya ada kebahagiaan tidak ada kesusahan,
hanya ada cahaya tidak ada kegelapan, hanya ada ketenangan tidak ada
ketakutan.” Berkata sang raja, “Apa yang menghalangimu untuk mengatakan
hal ini sebelumnya?” “Karena takut akan kewibwaan tuanku,” jawab wazir.
Raja berkata, “Kalau memang apa yang kamu katakan itu benar, maka sudah
seharusnya siang dan malamku saya gunakan untuk mendapatkan hal itu.”
Wazir berkata, “Apakah tuan memerintahkan saya untuk mencarikannya?”
“Ya,” jawab raja. Setelah beberapa hari datanglah sang wazir dan berkata,
“Tuan, saya telah menemukan apa yang tuan cari pada bait-bait yang tertera
di pusara ayah paduka.” Raja bertanya, “Apakah bait-bait itu?” Wazir pun
membacakan bait-bait tersebut:
Adakah kamu buta tentang dunia
padahal kamu melihat
Dan kamu tak tahu apa yang ada di dalamnya
padahal kamu telah diberitahu
Sejak pagi kamu telah memulai menumpuknya
seolah-olah kamu akan kekal selamanya
padahal esok lusa kamu akan pergi
meninggalkan apa-apa yang telah kamu kumpulkan itu
Kamu buat bangunan yang tinggi nan megah
padahal rumah masa depanmu adalah kuburan yang sempit
Maka berbuatlah semadyanya apa yang ingin kau perbuat
karena rumah orang-orang mati adalah kuburan
Ketika sang raja mendengar bait-bait sya’ir tersebut, maka iapun
segera bertaubat kepada Allah, dan masuk Islam dengan sungguh-sungguh.
Dan itulah yang menyebabkan ia selamat dari api neraka.

15. TAWAKAL KEPADA ALLAH DAN SABAR ATAS TAKDIR-NYA
Malik bin Dinar ra. berceritera, “Ketika aku pergi untuk beribadah haji,
aku berjalan di suatu lembah melewati hutan, aku melihat burung gagak
sedang terbang, sedang di paruhnys ada sepotong roti. Aku berkata dalam
hati, “Burung ini terbang dan di paruhnya ada sepotong roti, pasti ada suatu
rahasia di balik kejadian ini.” Lalu aku mengikuti burung tersebut sampai
akhirnya burung itu masuk ke dalam gua. Aku pun terus mengikutinya,
ternyata di dalam gua itu ada seorang lelaki yang telentang dalam keadaan
terikat kedua tangan dan kakinya. Sementara elang itu menyuapinya sedikit
demi sedikit dengan roti tersebut. Setelah itu, sang gagak pun pergi dan tidak
kembali lagi. Aku bertanya pada lelaki tersebut, “Dari mana engkau?” Lelaki
itu menjawab, “Aku adalah salah satu rombongan haji, tetapi di tengah
perjalanan aku dirampok, semua hartaku dirampa, tangan dan kakiku diikat,
lalu dilemparkan ke tempat ini. Aku bersabar menahan lapar, tidak makan
dan tidak minum di tempat ini selama lima hari. Kemudian aku berdoa,
“Wahai Dzat yang berfirman di dalam kitab-Nya, ‘Atau siapakah yang akan
mengabulkan do’a orang yang teraniaya, jika ia berdo’a kepada-Nya.’ Dan
sekarang aku sedang teraniaya, maka kasihilah aku!” Lalu Allah
mengirimkan padaku burung gagak tadi. Jadi burung gagak itulah yang
memberiku makan dan minum setiap hari.” Kemudian aku melepaskan
ikatannya. Selanjutnya aku meneruskan perjalanan, di tengah perjalanan aku
merasa haus, sedangkan aku tidak memiliki air sedikitpun. Lalu aku melihat
ke arah lembah, ternyata di sana ada telaga, sedang di sekeliling telaga itu
ada beberapa ekor kijang. Akupun mengucapkan Al-hamdulillah karena telah
menemukan sumur dan telaga. Lalu aku mendekati sumur itu dan kijangkijang
semua berlarian. Ketika aku sampai di sumur, air sumur itu pun surut
sampai ke dasarnya. Lalu aku menimba dan meminumya, akupun berdo’a
“Oh Tuhan, sesungguhnya kijang-kijang itu tidak pernah ruku’ dan sujud,
tetapi Engkau beri mereka minum di permukaan bumi, sementara ketika
kami membutuhkanya, kami harus menggunakan bantuan tali dan timba.”
Tiba-tiba terdengar suara gaib yang berkata, “Wahai Malik! Sesungguhnya
kijang-kijang itu bertwakal pada-Ku, sehingga Kami beri mereka minum
(dengan mudah), sedangkan kamu bertawakal (menggantungkan harapan)
pada tali dan timbamu.”

16. KEADAAN ORANG-ORANG YANG SAMPAI KEPADA ALLAH
Dzun Nun al-Mishri bercerita, “Dahulu aku mempunyai seorang
keponakan perempuan yang ahli ibadah kepada Allah Swt.. Pada suatu ketika
aku kehilangan dia selama satu bulan, aku tidak tahu di mana ia berada.
Siang malam aku memohon kepada Allah melalui shalat malam dan puasa,
lalu aku bermimpi ada suara gaib yang memberitahu aku, “Sesungguhnya
orang yang kamu cari itu berada di tengah padang.” Aku berkata,
“Subhaanallaah! Bagaimana ia bisa berada di sana?” Kemudian aku
membawa air dan perbekalan selama sepuluh hari untuk mencarinya. Tetapi
aku tetap tidak menemukannya, aku merasa putus asa, sementara air dan
perbekalanku sudah habis, maka aku memutuskan untuk kembali besok.
Ketika aku tidur, tiba-tiba ada seseorang yang menggerak-gerakkan tubuhku,
lalu aku terbangun dan ternyata keponakanku sudah berdiri dan tertawa di
sisiku. Dia berkata padaku, “Wahai tamu hati, apa yang ada di punggungmu
ini?” Aku menjawab, “Aku telah kehilangan kamu satu bulan.” Keponakanku
bercerita, “Wahai paman! Demi Allah suatu hari aku sedang beribadah di
dalam mihrabku (kamar khusus untuk ibadah), tiba-tiba terbetik dalam hatiku
bahwa Tuhan Yang Menguasai langit, bumi, daratan, lautan, kesunyian, dan
keramaian adalah Esa. Lalu aku berkata, “Sungguh aku ingin beribadah
kepada Allah selama satu bulan di tempat yang sunyi dan satu bulan di
keramaian, agar aku bisa mengetahui kemulyaan dan kekuasaan Allah. Maka
aku masuk ke padang ini sejak empat puluh hari yang lalu, sehingga aku
dapat melihat Sembahanku dengan mata keyakinan, Dia telah mencukupi aku
dari semua makhluk.” Sesaat keponakanku itu menangis, lalu diam. Sedang
ketika itu aku sangat lapar, sehingga aku ingin bertanya padanya, dari mana
ia mendapat makanan. Sebelum sempat aku bertanya, dia terlebih dulu
berkata, “Paman, kelihatannya paman sangat lapar.” “Ya,” jawabku. Lalu
sambil menengadah ke langit ia pun berdo’a, “Tuhan sesungguhnya
pamanku sedang kelaparan, dan ia senang melihat keadaanku di sisi-Mu!”
Belum sempat ia menyelesaikan doa’nya, tiba-tiba langit mencurahkan hujan
yang airnya lebih putih daripada salju. Aku pun segera minum, hingga
merasa kenyang. Lalu aku bertanya, “Wahai keponakanku! Ini adalah Manna
(minuman sejenis madu yang diberikan Allah kepada ummat Musa), lalu
mana Salwanya (sejenis daging burung yang enak dimakan)?” Dia berkata,
“Salwa itu datangnya setelah Manna.” setelah itu akupun melihat salwa yang
banyak turun dari langit. Aku pun berkata, “Demi Allah! Janganlah engkau
meninggalkan aku sehingga aku menjadi salah satu dari orang-orang yang
diridhai Allah (para waliyullah).”

17. KEUTAMAAN ILMU DAN MENCINTAI AHLI ILMU
Ka’ab Al-Ahbar bercerita, “Sesungguhnya Allah menghitung amal
seorang hamba. Apabila amal buruknya lebih berat daripada amal baiknya,
maka ia diperintahkan masuk neraka. Ketika hamba tersebut dibawa ke
neraka, Allah memerintahkan malaikat Jibril, “Susullah dia dan tanya,
apakah ia pernah duduk di majlis orang alim ketika di dunia? Maka Aku
akan mengampuninya melalui syafaat orang alim itu.” Jibril pun bertanya
padanya, dan hamba itu menjawab, “Tidak.” Jibril pun melapor, “Wahai
Tuhan, sesungguhnya Engkau lebih tahu bahwa hamba-Mu itu menjawab
‘tidak’. Allah memerintahkan lagi, “Tanyalah, apakah ia mencintai orang
alim.” Setelah ditanya oleh Jibril, ia pun menjawab “tidak.” Allah
perintahkan lagi, “Tanyalah apakah ia pernah duduk bersama orang alim
dalam jamuan makan?” Orang itu pun menjawab, “Tidak.” Allah perintahkan
lagi, “Tanyalah, apakah ia pernah tinggal di sebuah tempat yang disitu ada
orang alim?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Allah berfirman lagi, “Tanyalah,
apakah namamu sama dengan nama orang alim, atau sama dengan keturunan
orang alim?” Ia menjawab, “Tidak.” Allah berfirman, “Tanyalah, apakah ia
cinta kepada seseorang yang mencintai orang alim?” Ia menjawab, “Ya.”
Lalu Allah memerintahkan pada Jibril, “Ambillah ia dan masukkan ke surga!
Karena Aku telah mengampuninya disebabkan hal itu.”

18. KEUTAMAAN KALIMAT LAA HAULA WALAA
QUWWATA ILLAA BILLAAH
Pada suatu hari khalifah Al-Ma’mun mencetakkan uang lima ratusdirham pada seorang Nasrani. Setelah jadi, ia pun menyuruh seseorang untuk
mengambilnya. Namun dalam perjalanan pulang utusan dan orang Nasrani
itu melihat seseorang yang sedang memikul rumput. Rumput yang
dipikulnya itu sesekali miring ke kanan dan sesekali miring ke kiri. Apabila
dibetulkan yang kiri, akan miring ke kanan; sebaliknya apabila dibetulkan
yang kanan, maka miring ke kiri. Orang itu pun kesal dan berkata, “Laa
haula wala quwwata illaa billaah.” Ketika mendengar kalimat tadi, orang
Nasrani menganggap bahwa kalimat tersebut agung dan mulya. Bertanyalah
utusan Al-Ma’mun, “Sekiranya kamu menganggap mulya kalimat itu,
mengapa kamu tidak beriman?” Nasrani menjawab, “Sesungguhnya aku
telah mempelajari kalimat itu dari Malaikat langit.” Mendengar pernyataan
itu, heranlah sang utusan. Ketika keduanya telah sampai di hadapan khalifah
Al-Ma’mun, maka sang utusan menceritakan tentang orang Nasrani tadi.
Khalifah bertanya, “Bagaimana kamu mempelajari kalimat itu dari
Malaikat?” Orang Nasrani pun bercerita, “Dulu aku mempunyai seorang
paman yang kaya raya dan dia memiliki anak perempuan yang sangat cantik.
Lalu saya melamar puterinya, tetapi ia tidak mau menikahkanya denganku,
bahkan ia menikahkannya dengan orang lain. Ketika malam pertama
suaminya mati. Aku pun kembali melamarnya, tetapi ia tetap tidak mau
menikahkannya denganku, bahkan dinikahkan dengan lelaki lain. Ketika
malam pertama tiba, lagi-lagi pengantin lelakinya mati. Aku pun melamarnya
untuk yang ketiga kali. Namun kejadiaanya sama seperti yang pertama dan
kedua. Aku pun kembali melamarnya untuk yang keempat kali, karena sudah
tidak ada yang menyukai puterinya itu disebabkan kejadian-kejadian yang
sudah, akhirnya pamanku pun menikahkannya denganku. Ketika aku hendak
memasuki kamar pengantin, aku dihadang syetan, berbentuk seutas tali
sambil berteriak, ia bertanya, “Hendak kemana kamu?” “Aku hendak ke
kamar pengantinku,” jawabku. Syetan itu bertanya lagi, “Apakah kamu tidak
tahu apa yang aku lakukan terhadap suami-suaminya terdahulu?” “Ya, aku
tahu,” jawabku. Syetan berkata lagi, “Kalau kamu setuju, tiap malam istrimu
bersamaku, dan siang bersamamu, maka kamu akan hidup; bila tidak maka
kamu akan mati.” “Ya, ya aku setuju,” jawabku. Demikianlah untuk
beberapa lamanya hal itu berlangsung. Sehingga pada suatu malam
berkatalah syetan itu padaku, “Malam ini aku ingin pergi ke langit untuk
mencuri berita dari langit, dan malam ini adalah giliranku, maukah kamu
menemaniku ke langit?” Aku menjawab, “Ya, aku mau menemanimu.” Lalu
syetan berubah bentuk seperti onta, dia menyuruhku naik di atas
punggungnya. Aku pun menaikinya dan berpegang erat, lalu ia terbang ke
angkasa. Ketika di angkasa kami mendengar para Malaikat mengumandangkan
Hauqalah (Laa haula walaa quwwata illaa billaah). Ketika syetan
mendengar kalimat tersebut, syetan itu jatuh kembali ke bawah dan saya juga
jatuh di sisinya. Setelah beberapa saat, syetan itu kembali sadar, lalu ia
menyuruhku untuk memejamkan mata, akupun menurutinya. Ketika aku
membuka mataku, ternyata aku sudah berada di depan rumahku. Ketika aku
sedang berduaan dengan istriku di kamarku, aku berkata padanya, “Tutuplah
semua lubang dan jendela di rumah ini!” Istriku pun melaksanakan
perintahku. Ketika waktu isya tiba, syetan itu datang dan akan memasuki
rumah. Maka aku segera mengunci pintu rumah dan mendekatkan mulut saya
pada daun pintu sambil membaca Hauqalah. Satelah aku mengucapkan
kalimat itu, terdengarlah jeritan yang sangat keras. Aku mengucapkan
kalimat itu untuk kedua dan ketiga kalinya. Tiba-tiba istriku memanggil dan
bercerita, “Ketika kamu mengucapkan kalimat itu pertama kali, syetan itu
berlarian mencari jalan keluar; ketika kamu mengucapkanya yang kedua kali
datanglah api dari langit mengurungnya; ketika kamu mengucapkannya
untuk yang ketiga kalinya, api itu membakar dan menjadikannya abu.”
Sehingga terbebaslah kami dari syetan itu. Mendengar cerita orang Nasrani
tadi khalifah Al-Ma’mun tertegun, lalu ia melepas dan memberinya upah atas
pekerjaannya mencetak uang. Walahu a’lam.

19. KEUTAMAAN INGIN MELIHAT ALLAH
Haritsah bin Abi Aufa memiliki tetangga yang beragama Nasrani. Ketika
orang Nasrani itu sakit parah yang mendekati kematiannya, Haritsah
menjenguknya dan berkata, “Masuklah Islam! Niscaya aku jamin engkau
masuk surga. Sesungguhnya surga itu tiada taranya, di surga ada bidadari
yang sangat cantik, kulitnya putih bersih, di sana juga ada istana yang sangat
mewah.” Orang Nasrani menyahut, “Aku menginginkan yang lebih dari itu!”
Haritsah berkata, “Masuklah Islam! Aku jamin kamu akan melihat Allah di
surga. Masuklah Islam sekarang juga! Karena tidak ada sesuatu yang lebih
utama daripada melihat Allah.” Maka Nasrani itu pun masuk Islam,
kemudian ia meninggal dunia. Pada suatu malam Haritsah melihatnya dalam
mimpi bahwa ia sedang naik kendaraan surga. Bertanyalah Haritsah padanya,
“Apakah kamu Fulan yang beragama Nasirani dulu?” “Ya,” jawabnya. Aku
bertanya lagi, “Apa yang telah diberikan Allah padamu?” Ia menceritakan,
“Ketika ruhku terlepas dari jasad, maka ruhku di bawa ke Arasy. Lalu Allah
berfirman padaku, “Kamu beriman kepada-Ku karena kamu ingin bertemu
dengan-Ku, maka kamu mendapat ridha dan bertemu dengan-Ku.” Haritsah
pun berkata, “Segala puji bagi Dzat Yang telah memberimu anugerah.”
Wallahu a’lam.

20. ORANG YANG SELALU INTROSPEKSI DIRI
Dahulu ada seorang yang selalu menghisab (mengintrospeksi) dirinya,
dia menghitung umurnya, ternyata sudah mencapai enam puluh tahun. Dia
menghitung hari-hari yang telah dilaluinya, ternyata sudah 21.500 hari. Dia
sangat terkejut dan berteriak, “Aduh! Celakalah aku. Jika tiap hari aku
melakukan satu dosa, maka bagaimana aku bisa menghadap Allah dengan
dosa yang demikian banyaknya?!” Lalu ia jatuh pingsan. Ketika ia sadar, ia
menghitung lagi hari-harinya lalu ia jatuh pingsan lagi. Kemudian
kelurganya menggerak-gerakanya, ternyata ia sudah mati. Semoga Allah
merahmatinya. Lalu bagaimana keadaan seseorang yang setiap hari
melakukan sepuluh ribu perbuatan dosa?!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar